Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) mengusulkan Central Bank Digital Currency (CBDC) atau Rupiah Digital agar masuk dalam RUU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).
Hal ini disampaikan oleh Asisten Gubernur BI Juda Agung saat menjalankan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) sebagai Calon Deputi Gubernur BI di Komisi XI DPR RI.
Juda menjelaskan, usulan tersebut perlu dilakukan mengingat landasan hukum diperlukan untuk menerbitkan mata uang digital.
Pasalnya, dalam UU No. 7/2011 tentang Mata Uang, hanya dicantumkan definisi uang kertas dan uang logam, belum ada definisi uang digital.
“[Rupiah Digital] perlu landasan hukum, yang menurut hemat kami bisa dimasukkan dalam RUU P2SK,” katanya, Senin (30/11/2021).
Juda menyampaikan, penerbitan CBDC penting terutama untuk menjaga kedaulatan mata uang sebuah negara.
Mata uang digital pun semakin dibutuhkan di tengah peningkatan transaksi digital yang semakin pesat.
“Dengan CBDC, BI tetap bisa menjaga efektifitas kebijakan moneter dan menjaga stabilitas sistem keuangan, serta mendorong inklusi keuangan,” jelasnya.
Juda menambahkan, saat ini BI masih melakukan pendalaman detail dari spesifikasi rupiah digital. Dalam hal ini, terdapat dua opsi pendekatan, direct (one-tier) dan indirect (two-tier).
Dengan pendekatan direct, masyarakat. baik rumah tangga maupun korporasi bisa langsung mendapatkan token CBDC dari bank sentral.
Sementara melalui pendekatan indirect, masyarakat, baik rumah tangga maupun korporasi, akan mendapatkan token CBDC melalui perbankan.
“Menurut kami yang kedua lebih tepat, ini seperti peredaran uang kertas dan uang logam saat ini, jadi bank sentral mengedarkan melalui perbankan dan masyarakat mendapatkan uang kertas dan uang logam dari perbankan tersebut,” kata Juda.