Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Debitur Kredit Alat Berat Multifinance Mulai Pulih dan Lepas Restrukturisasi 

Banyak korporasi besar sebagai salah satu tulang punggung permintaan kredit investasi multifinance terpengaruh oleh pandemi Covid-19.
Aktivitas pertambangan PT Alfa Energi Investama Tbk./Alfa Energi
Aktivitas pertambangan PT Alfa Energi Investama Tbk./Alfa Energi

Bisnis.com, JAKARTA – Debitur segmen korporasi di perusahaan pembiayaan yang berkaitan dengan komoditas pertambangan tampak sudah mulai pulih dan berpengaruh terhadap permintaan kredit di sektor alat berat. 

Hal ini turut tecermin dari data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait piutang pembiayaan multifinance per kuartal III/2021. Alat berat senilai Rp27,6 triliun terbilang stabil sejak akhir 2020 dan hanya minus 1,08 persen (year-to-date/ytd). Padahal, pembiayaan investasi secara umum senilai Rp100,82 triliun masih terkoreksi 5,73 persen (ytd). 

Seperti diketahui, hal ini disebabkan korporasi besar sebagai salah satu tulang punggung permintaan kredit investasi multifinance terpengaruh oleh pandemi Covid-19. Alhasil, banyak di antara mereka yang mengajukan restrukturisasi dan urung mengambil pembiayaan baru lagi demi bertahan hidup. 

PT BFI Finance Indonesia Tbk (BFIN) sebagai salah satu pemain kredit alat berat mengaku telah merasakan fenomena perbaikan permintaan di sektor ini. 

Direktur Keuangan PT BFI Finance Indonesia Tbk (BFI Finance) Sudjono menjelaskan bahwa hal ini tercermin dari pembiayaan baru di sektor alat berat yang telah lebih baik dari full year 2020, serta banyak debitur eksisting yang telah lepas dari restrukturisasi. 

"Pembiayaan baru alat berat sekarang sudah Rp900 miliar, membuat piutang kelolaan di segmen ini stabil di Rp1,9 triliun. Tadinya memang cukup banyak korporasi yang mengajukan restrukturisasi, tapi lebih banyak di segmen mesin, non-alat berat. Kalau alat berat lebih prospektif, ya, sejalan dengan harga komoditas," ungkapnya kepada Bisnis, Selasa (30/11/2021). 

Sebagai gambaran, dari total pembiayaan baru Rp7,6 triliun sepanjang 2020, alat berat BFIN mengambil porsi hanya Rp781 miliar (1.431 unit). Padahal, selama 2019, dari total pembiayaan baru Rp15,89 triliun, alat berat mengambil porsi Rp1,9 triliun (3.344 unit).

Adapun, piutang kelolaan khusus sektor ini masih mencapai Rp2,7 triliun pada 2019, kemudian pada akhir periode 2020 turun ke Rp1,98 triliun. Alat berat sendiri merupakan portofolio terbesar kedua BFIN setelah mobil bekas. 

PT Mandiri Tunas Finance merasakan hal serupa terkait pulihnya debitur restrukturisasi dari segmen ini yang mencapai 20 persen dari total portofolio MTF. 

"Kebetulan permintaan di alat berat dan truk memang jadi pendorong segmen corporate atau fleet MTF, dan periode restrukturisasi kemarin kami rasa berhasil karena banyak debitur yang mengaku tertolong, sehingga justru sekarang sedang repeat order. Beda dengan segmen fleet lain, seperti mobil buat sektor pariwisata atau bus transportasi umum, itu kan berat dan masih belum pulih dari restrukturisasi," ujar Deputi Direktur MTF Albertus Hendi kepada Bisnis. 

Sebagai gambaran, alat berat mengambil porsi 60-70 persen portofolio kredit korporasi MTF yang totalnya berada di kisaran Rp400 miliar per bulan. Artinya, hingga kuartal III/2021, segmen ini menyumbang lebih dari Rp4 triliun dari total pembiayaan MTF di Rp14,4 triliun, yang didominasi kontribusi kredit ritel segmen mobil baru. 

"Capaian khusus segmen fleet ini sudah lebih baik dari full year tahun lalu yang totalnya Rp3,6 triliun. Tantangannya sekarang ada di keterbatasan unit, terutama dari brand-brand besar. Semuanya lagi kosong, kecuali brand kelas dua. Makanya kalau debitur masih mau unit-unit dari brand besar, harus inden dulu sampai awal tahun depan," tambahnya. 

Sedikit berbeda, Vice Chairman of Executive Board Indomobil Finance Gunawan Effendi mengaku perusahaan masih akan selektif untuk pembiayaan ke segmen alat berat. 

Menurutnya, segmen ini masih akan dihiasi oleh debitur-debitur eksisting yang telah pulih dari sisi restrukturisasi. Demi kehati-hatian, anak usaha PT Indomobil Multi Jasa Tbk (IMJS) ini pun akan melihat kondisi proyek dari calon debitur di segmen ini. 

"Jadi IMFI tidak akan terlalu agresif untuk mencari debitur baru pembiayaan alat berat. Konsentrasi masih kepada debitur eksisting. Kalau ada debitur baru, harus punya track record yang jelas. Pemberi kerja mereka juga harus kredibel," ujarnya kepada Bisnis. 

Sebagai informasi, IMFI memiliki keuntungan strategis karena Grup Indomobil juga merupakan agen pemegang merek (APM) beberapa brand alat berat dan truk, di samping lini bisnis utamanya di sektor kendaraan roda empat. 

IMFI tercatat telah mampu mendorong perbaikan total aset pada semester II/2021 ke Rp13,97 triliun dari sebelumnya Rp13,56 triliun pada tutup buku 2020. 

Sumbangan piutang sewa pembiayaan neto yang banyak didominasi kredit alat berat dan truk buat korporasi naik tipis ke Rp7,77 triliun dari sebelumnya Rp7,74 triliun. Lainnya, piutang pembiayaan konsumen neto juga naik ke Rp4,27 triliun dari sebelumnya Rp4,09 triliun, anjak piutang neto juga naik menjadi Rp80,48 miliar dari sebelumnya Rp57,56 miliar. 

Aktivitas pembiayaan yang tercermin dari pengeluaran kas untuk ketiga layanan IMFI ini pun telah tampak naik. Tepatnya, naik 66,7 persen (year-on-year/yoy) ke Rp1,59 triliun untuk pembiayaan konsumen, naik 62,9 persen (yoy) ke Rp2,94 triliun untuk sewa pembiayaan, dan Rp339,44 miliar untuk anjak piutang dari sebelumnya nihil. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper