Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Chatib Basri Ingatkan Respons Pemerintah Terhadap Tapering 2022 Harus Berbeda dari 2013

Chatib Basri memperkirakan, kebijakan tapering the Fed, bank sentral di Amerika Serikat, akan diikuti oleh kebijakan untuk menaikkan suku bunga acuan atau Federal Funds Rate sebesar 50 basis poin (bps) pada semester I/2022.
Pengamat Ekonomi dan Komisaris PT Bank Mandiri Tbk. M. Chatib Basri./FB Sri Mulyani
Pengamat Ekonomi dan Komisaris PT Bank Mandiri Tbk. M. Chatib Basri./FB Sri Mulyani

Bisnis.com, JAKARTA - Normalisasi kebijakan moneter atau tapering off di negara maju, terutama Amerika Serikat (AS), akan memberikan tekanan pada perekonomian negara berkembang, termasuk indonesia.

Ekonom Senior Chatib Basri menyampaikan bahwa kebijakan tapering harus dilakukan karena inflasi di AS terus meningkat tinggi, sejalan dengan aktivitas ekonomi yang mulai pulih.

Normalisasi kebijakan tersebut akan menyebabkan tingkat imbal hasil US Treasury meningkat, sehingga berdampak pada keluarnya aliran modal asing dari negara berkembang.

Chatib pun memperkirakan, kebijakan tapering the Fed, bank sentral di Amerika Serikat, akan diikuti oleh kebijakan untuk menaikkan suku bunga acuan atau Federal Funds Rate sebesar 50 basis poin (bps) pada semester I/2022.

Dia menyampaikan, kondisi ini sebelumnya pernah dialami oleh Indonesia pada 2013 saat dia masih menjadi Menteri Keuangan saat itu. Fenomena yang terjadi disebut sebagai taper tantrum dan memberikan tekanan yang kuat pada nilai tukar rupiah.

“Saat itu yang kita lakukan karena ada masalah di defisit transaksi berjalan, kita naikkan harga BBM 40 persen agar defisit bujet turun, kemudian Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan 200 bps dan nilai tukar dilepas,” katanya dalam Webinar Economic Outlook 2022, Rabu (12/1/2022).

Chatib mengatakan, kondisi yang dihadapi Indonesia saat ini berbeda, sehingga strategi kebijakan yang harus dilakukan pun berbeda.

Misalnya, kepemilikan asing pada Surat Berharga Negara (SBN) pada 2013 mencapai 32 persen. Sementara pada 2021, kepemilikan asing terhadap SBN hanya sebesar 21 persen.

Hal inilah yang menyebabkan rupiah melemah namun terjadi secara gradual. Dalam seminggu terakhir, imbal hasil SBN mengalami peningkatan dan pada saat yang sama rupiah melemah secara bertahap hingga ke level Rp14.300-an.

“Saya kira posisinya berbeda, karena waktu itu [2013] pertumbuhan ekonomi RI di atas 6 persen, jadi saya punya kemewahan untuk potong bujet dan BI bisa menaikkan interest rate, exchange rate bisa dilepas. Dengan kondisi saat ini, opsi yang tersedia, nilai tukar akan dilepas secara perlahan, smoothing volatility,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Maria Elena
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper