Bisnis.com, JAKARTA – Capaian kinerja pada 2021 yang diramal moncer akan menjadi modal kuat bagi industri perbankan dalam memacu bisnis pada tahun ini. Namun, sejumlah tantangan akibat pandemi Covid-19 dinilai masih akan bersemayam.
Tren positif sederet indikator ekonomi diyakini mampu menjadi katalis positif bagi bank dalam mengerek kredit di tengah pandemi Covid-19. Optimisme itu ditopang kinerja tahun 2021 yang sejauh ini menunjukkan hasil positif.
Sinyal perbaikan bisnis bank itu tercermin dari tren penyaluran kredit sepanjang tahun lalu yang cukup baik. Bahkan, memasuki kuartal akhir 2021, aliran pinjaman bank ke korporasi kian deras.
Alhasil, maraknya permintaan kredit yang diimbangi dengan tingkat suku bunga rendah, serta berbagai terobosan inovasi perbankan berhasil mengungkit laba perbankan.
Berdasarkan data Bisnis Indonesia Resources Center (BIRC), laba bersih bank sampai dengan kuartal III/2021 mencapai Rp103,52 triliun. Nilai itu telah melampaui kinerja laba pada akhir 2020 yang tercatat Rp98,32 triliun.
“Kinerja bank di 2021 secara umum lebih baik dari 2020, jika kita mengatakan bahwa faktor melandainya pandemi menjadikan semua menjadi lebih baik,” ujar Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin, Minggu (16/1/2022).
Baca Juga
Sementara dari sisi perbankan, baik secara pembiayaan, pendanaan, maupun fee based income dari beberapa bank besar tercatat tumbuh signifikan. Hal ini juga didorong oleh kinerja anak perusahaan yang membukukan hasil positif lewat bisnis bank ataupun asuransi.
Kendati demikian, Amin mengkritisi bahwa perbankan masih rendah dalam menumbuhkan kredit secara umum. Selain itu, bank juga dinilai belum berani melakukan ekspansi dan cenderung mengambil sikap wait and see, sehingga kredit belum dapat tumbuh optimal.
Di sisi lain, dia menyatakan bahwa bank juga masih menghadapi masalah terkait dengan rasio kredit bermasalah dan restrukturisasi sebagai efek pandemi 2020. “Dan ini akan terus berlanjut di 2022,” pungkasnya.
Menurutnya, sepanjang tahun ini, bank harus mewaspadai kondisi akun-akun yang direstrukturisasi, kemudian laju peningkatan rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL), dan tuntutan pertumbuhan kredit berkualitas di 2022.