Bisnis.com, JAKARTA - Sudah tiga hari tiga malam, perwakilan Komunitas Korban Asuransi Unit-Link masih bertahan di depan Prudential Tower, kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan, Rabu (19/1/2022) sore.
Ketika Bisnis temui di lokasi, para korban yang kebanyakan kaum ibu ini tengah membereskan spanduk yang terpasang, beserta tenda yang sebelumnya didirikan tepat di depan pintu masuk kantor pusat PT Prudential Life Assurance (Prudential Indonesia) itu.
Alasannya, kini mereka telah dijaga oleh petugas Satpol PP, lengkap dengan kawat berduri yang siap dibentangkan. Pihak kepolisian pun telah turun tangan, di mana Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Pol Budhi Herdi Susianto sendiri yang turun langsung memimpin mediasi antara pihak manajemen dengan perwakilan korban.
Beberapa anggota komunitas korban unit-link, termasuk Koordinator Komunitas Korban Asuransi Unit-Link Maria Trihartati (46) mengaku masih berniat melanjutkan aksi protesnya, demi menyerukan kebobrokan cara perusahaan menjual produk asuransi dikaitkan investasi.
Bahkan, bukan hanya Prudential, dua perusahaan asuransi lain juga akan menjadi sasaran, menilik beberapa anggota komunitas juga merupakan korban mis-selling produk unit-link besutan AIA dan AXA Mandiri.
"Kemarin kami sudah ke OJK untuk mencari keadilan. Kami akan teruskan perjuangan dengan menemui lembaga negara lain. Selain itu, kantor AIA dan AXA Mandiri juga selanjutnya, untuk menyalurkan aspirasi dari teman-teman yang menjadi korban dua perusahaan itu," ujarnya di lokasi, Rabu (19/1/2022) malam.
Baca Juga
Adapun, setiap korban dalam komunitas ini memiliki kasus yang berbeda-beda. Namun, garis besarnya sama, yaitu merasa ditipu karena tidak pernah dijelaskan secara terperinci apa itu unit-link alias produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI), atau dijerumuskan oleh agen asuransi yang para korban temui.
Sebagai perwakilan korban asuransi Prudential, Dewani (50) menjadi pemegang polis unit-link karena diarahkan oleh agen. Padahal, ketika itu Junita tengah mencari produk proteksi yang terkait dengan pendidikan anak.
"Saya pun baru sadar setelah 11 tahun menjadi pemegang polis, ternyata produk asuransi pendidikan Prudential ada baru-baru ini saja. Waktu itu bilang ada, bonusnya proteksi jiwa dan kesehatan, ternyata masuklah ke unit-link ini. Itulah pintarnya mereka membolak-balikkan kata-kata, ujung-ujungnya itu buat mengincar komisi saja," ungkapnya.
Cerita Maria Varidah (36) asal Cikarang Barat beda lagi. Dia dan keluarga baru sadar telah tercebur ke dalam produk unit-link karena belajar sendiri. Setelah mengawasi hasil investasi yang ternyata terus melorot, dirinya akhirnya menyerah dan mencabut polis karena memiliki kebutuhan mendesak.
Awalnya, agen asuransi Maria merupakan kerabatnya sendiri, sehingga setelah sadar terjebak di unit-link pun dirinya hanya mempelajari dan tetap membayar premi. Terkini, dirinya mengaku menyesal dan menuntut ganti rugi karena menurutnya perusahaan telah menjual produk dengan tipu muslihat.
Terlebih, Maria akhirnya sadar bahwa dirinya tidak pernah melakukan tanda tangan basah di dalam polis, tapi hanya di lembaran ilustrasi produk. Di mana merupakan bekal dari perusahaan untuk para agen, yang menurutnya membuat aksi jualan lebih mulus dan terlihat menguntungkan.
"Waktu itu suami sakit dan harus operasi. Saya tadinya percaya diri karena sudah membayar premi setiap bulan dan punya kartu dari Prudential, ternyata tidak bisa diklaim. Terpaksa saya cabut. Makanya, saya akan ikut berjuang di komunitas ini untuk menyerukan bobroknya penjualan asuransi di Indonesia," jelasnya.
Korban Bancassurance
Adapun, korban unit-link di luar produk Prudential juga tampak ikut berjuang dalam aksi protes ini, salah satunya Juniati (58) asal Medan yang tertipu oleh karyawan Bank Mandiri yang menjerumuskan dirinya beserta suami yang baru saja menggenggam uang pensiun ke unit-link AXA Mandiri.
"Setelah menerima uang pensiun, kami rencananya mau memasukkannya ke deposito, tapi dari CS Bank Mandiri sendiri yang mengarahkan kalau ada investasi dari AXA yang lebih tinggi dari bunga deposito, dengan bonus asuransi pula. Ternyata unit-link, dan sekarang uang pensiun kami Rp100 juta yang disetorkan pada waktu itu sudah habis, dan kalau mau polisnya lanjut harus top-up lagi," jelasnya.
Juniati menyayangkan oknum perbankan yang justru menjerumuskan nasabahnya sendiri, apalagi yang diincar para lansia seperti dirinya dan suami yang baru menjadi pensiunan.
"Saya pikir perbankan juga harus tanggung jawab soal penjualan asuransi secara mis-selling. Sekarang ini suami saya sudah terkena stroke. Saya sekarang sudah paham hanya bisa percaya pada produk asuransi tradisional saja," tambahnya.
Hal serupa diungkapkan Endang (56) yang terjebak oleh produk serupa di kantor cabang perbankan di Surabaya. Dirinya kini sudah menutup polis karena nilai investasinya terus turun dan telah merugi Rp33 juta.
"Ketika itu saya tanya bagaimana cara menabung di deposito, eh, malah diarahkan oleh agen asuransi unit-link yang saya lihat seragamnya sama dengan karyawan bank. Saya percaya waktu itu karena mereka berani memberikan bunga lebih tinggi dengan bonus asuransi," ujarnya.