Bisnis.com, JAKARTA - Ekonom Senior Chatib Basri memperkirakan dampak dari normalisasi kebijakan moneter bank sentral Amerika Serikat atau tapering The Fed saat ini lebih rendah jika dibandingkan dengan taper tantrum pada 2013.
"Kondisi ekonomi Indonesia saat ini jauh berbeda dan lebih kuat dibandingkan periode 2013," ujarnya dalam acara Mandiri Investment Forum 2022, Rabu (9/2/2022).
Sebagaimana diketahui, dengan naiknya suku bunga the fed atau Federal Funds Rate (FFR), maka tingkat imbal hasil obligasi Amerika Serikat akan meningkat. Hal ini akan menyebabkan arus modal keluar dari negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Namun demikian, Mantan Menteri Keuangan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tersebut menilai proporsi kepemilikan investor asing di Surat Berharga Negara (SBN) pada 2021 telah menurun hingga 19 persen. Dengan demikian, dampak dari tapering the Fed akan lebih rendah dibandingkan 2013.
“Saat ini situasi berbeda, BPS baru saja menyampaikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh 3,69 persen [pada 2021], sementara pada 2020 terkontraksi -2 persen,” katanya.
Chatib menambahkan, permintaan terhadap barang impor pada 2021 masih cenderung rendah. Di sisi lain, dia megatakan neraca transaksi berjalan diperkirakan mengalami surplus, sejalan dengan harga komoditas dan kinerja ekspor yang tinggi.
“Kita melihat tidak ada masalah dari neraca perdagangan dan defisit transaksi berjalan saat ini, jadi dampak tapering relatif berbeda dari yang kita hadapi di 2013,” jelasnya.