Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Klaim JHT Cair di Usia 56 Tahun, BPJS Watch: Sesuai UU SJSN

BPJS Watch menilai ketentuan baru terkait pencairan manfaat jaminan hari tua (JHT) di usia 56 tahun, sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN).
Koordinator advokasi BPJS Watch Timboel Siregar berbicara pada seminar Perbandingan Jaminan Kesehatan Nasional dengan  Cakupan Semesta di Negara Asia di Jakarta, Senin (18/9)./JIBI-Dedi Gunawan
Koordinator advokasi BPJS Watch Timboel Siregar berbicara pada seminar Perbandingan Jaminan Kesehatan Nasional dengan Cakupan Semesta di Negara Asia di Jakarta, Senin (18/9)./JIBI-Dedi Gunawan

Bisnis.com, JAKARTA -- Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menilai ketentuan baru terkait pencairan manfaat jaminan hari tua (JHT) dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 sudah tepat.

Dia mengatakan, aturan baru tersebut sudah sesuai dengan amanat Pasal 35 dan Pasal 37 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN). Dalam UU SJSN, JHT memang bertujuan untuk menjamin kesejahteraan peserta yang memasuki masa pensiun, mengalami cacat total, dan meninggal dunia. Jaminan bagi pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) tidak termasuk di dalamnya.

"Jadi konstruksi yang dibuat UU SJSN itu bagaimana pekerja ini memiliki kesejahteraan pascapensiun. Walau bisa diambil sebagian, tapi mayoritas diberikan di usia pensiun. Permenaker [Nomor 2 Tahun 2022] sekarang ini mencoba meluruskan, mengkonsistenkan dengan Pasal 35 dan 37 UU SJSN. Permenaker sebelumnya [Permenaker Nomor 19 Tahun 2015] tidak konsisten," ujar Timboel kepada Bisnis, Senin (14/2/2022).

Dia menuturkan, ketentuan dalam Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 yang menetapkan pembayaran manfaat JHT diberikan saat usia peserta BPJS Ketenagakerjaan mencapai 56 tahun, termasuk bagi pekerja yang mengundurkan diri dan terkena PHK, juga telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2015. Dalam PP tersebut, pembayaran manfaat JHT juga dapat diberikan sebagian sampai batas tertentu apabila peserta telah memiliki masa kepesertaan minimal 10 tahun.

Kala itu, pemberlakuan PP Nomor 46 Tahun 2015 mendapat gelombang protes dari pekerja hingga akhirnya dikeluarkan Permenaker Nomor 19 Tahun 2015 yang memungkinkan manfaat JHT dapat dicairkan secara tunai dan sekaligus setelah masa tunggu 1 bulan sejak tanggal pengunduran diri atau PHK.

Timboel menilai pelaksanaan JHT yang sesuai dengan Pasal 35 dan 37 UU SJSN memang berat bila diterapkan saat itu karena tidak ada bantalan sosial bagi pekerja yang terkena PHK. Namun, saat ini, pengembalian fungsi JHT sesuai amanat UU SJSN sudah tepat untuk diterapkan. Hal ini mengingat sudah ada program jaminan sosial untuk pekerja atau buruh yang mengalami PHK, yakni Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), yang akan dibayarkan mulai tahun ini.

"Di Februari ini, Menaker berani tanda tangan [Permenaker Nomor 2 Tahun 2022] karena bantalannya sudah ada, yakni JKP, yang memberikan manfaat di Februari 2022. Ini turunan UU Cipta Kerja mulai berlaku Februari 2021. Mulai Februari 2021, dibayar iuran, baik rekomposisi maupun iuran yang dibayarkan pemerintah. Jadi sekarang duitnya sudah ada di BPJS Ketenagakerjaan di dana jaminan sosial JKP," jelas Timboel.

Oleh karena itu, ia berpandangan tidak ada yang salah dengan ketentuan dalam Permenaker Nomor 2 Tahun 2022. Kalaupun ada yang tidak setuju dengan ketentuan dalam Permenaker tersebut, maka harus menggugat terlebih dahulu UU SJSN ke Mahkamah Konstitusi.

Di sisi lain, ketentuan pencairan JHT juga tidak kaku. Timboel menuturkan, dalam Pasal 37 UU SJSN dibuka ruang bahwa manfaat JHT dapat dibayarkan sebagian sebelum memasuki usia pensiun, yang kemudian dalam PP Nomor 46 Tahun 2015 diatur pembayaran sebagian manfaat JHT paling banyak 30 persen dari jumlah JHT untuk kepemilikan rumah atau paling banyak 10 persen untuk keperluan lain sesuai persiapan memasuki masa pensiun.

Sementara itu, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak keras Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022. Presiden KSPI Said Iqbal menilai penerbitan beleid baru tersebut tidak tepat terutama di tengah kondisi perekonomian yang belum menentu. Menurutnya, hingga saat ini, daya beli buruh masih terpukul akibat pandemi Covid-19 dan tingkat PHK masih tinggi.

"PHK masih tinggi angkanya. Ketika ter-PHK andalan para buruh adalah tabungan buruh sendiri yang kita kenal dengan JHT. Kalau buruh di-PHK di kondisi sekarang, kemudian JHT tidak bisa diambil karena nunggu usia pensiun 56 tahun, lalu pekerjanya mau makan apa?" ujar Said dalam konferensi pers, Sabtu (12/2/2022).

Dia pun mendesak agar pemerintah mencabut Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 dan memberlakukan kembali Peraturan Menaker Nomor 19 Tahun 2015 yang memungkinkan manfaat JHT dapat dibayarkan setelah masa tunggu 1 bulan sejak tanggal PHK.

"Cabut Permenaker Nomor 2 Tahun 2022. Kalau mau berlakukan nantilah kalau suasana sudah normal, upah sudah layak naiknya, daya beli sudah meningkatkan. Juga berlakukan kembali bagi buruh yang PHK, apapun status hubungan kerjanya, bila ter-PHK 1 bulan kemudian bisa cairkan dana JHT," imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper