Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Di tengah Ketidakpastian Global, BI Sebut Rupiah Perkasa di Asia Tenggara

Bank Indonesia mencatat depresiasi rupiah hingga 18 April 2022 terdepresiasi sekitar 0,70 persen dibandingkan dengan akhir 2021, atau lebih baik dibandingkan dengan Thailand, Malaysia, dan Filipina.
Pegawai menunjukan uang dolar dan rupiah di Jakarta, Senin (15/2/2021). /Bisnis-Himawan L Nugraha
Pegawai menunjukan uang dolar dan rupiah di Jakarta, Senin (15/2/2021). /Bisnis-Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA — Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyampaikan bahwa nilai tukar rupiah terjaga stabil di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang masih terus berlangsung.

“Nilai tukar rupiah bergerak stabil selama bulan April 2022 ditopang berlanjutnya pasokan valas domestik, aliran masuk modal asing, dan persepsi positif terhadap prospek perekonomian domestik, di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang masih berlangsung,” katanya dalam konferensi pers virtual, Selasa (19/4/2022).

BI mencatat, rupiah hingga 18 April 2022 terdepresiasi sekitar 0,70 persen dibandingkan dengan level akhir 2021.

Perry mengatakan, depresiasi tersebut relatif lebih rendah dibandingkan depresiasi dari mata uang sejumlah negara berkembang lainnya, seperti Thailand yang mencapai 0,77 persen, Malaysia 2,10 persen, dan Filipina 2,45 persen.

BI memperkirakan nilai tukar rupiah ke depan akan tetap terjaga didukung oleh kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang tetap baik, terutama oleh lebih rendahnya defisit transaksi berjalan.

BI memperkirakan, defisit transaksi berjalan kuartal I/2022 diperkirakan tetap rendah, didukung surplus neraca perdagangan sebesar US$9,3 miliar.

Sejalan dengan itu, BI mencatat aliran modal asing dalam bentuk investasi portofolio yang sempat tertahan pada kuartal I/2022 dengan net outflows sebesar US$1,8 miliar, kembali mencatat net inflows pada awal kartal II/2022, yaitu sebesar US$0,8 miliar, hingga 14 April 2022.

Posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Maret 2022 tercatat sebesar US$139,1 miliar, setara dengan pembiayaan 7,2 bulan impor atau 7,0 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Maria Elena
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper