Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Di Tengah Ancaman Dampak Perang Rusia-Ukraina, Ini Kata Bos BCA (BBCA)

BCA (BBCA) mengamati kondisi global dan siap realistis mengubah target bisnis bila diperlukan.
Presiden Direktur BCA Jahja Setiatmadja. /BCA
Presiden Direktur BCA Jahja Setiatmadja. /BCA

Bisnis.com, JAKARTA — PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) terus mengamati kondisi global seiring berlangsungnya perang Rusia dan Ukraina untuk menentukan rencana perusahaan pada tahun ini. 

Presiden Direktur BCA Jahja Setiatmadja mengatakan bahwa kondisi geopopolitik berdampak kepada bisnis perbankan. Kendati demikian, berkaca dengan kondisi saat ini, dia masih yakin target pertumbuhan kredit 5–8 persen dapat tercapai. 

Jahja melanjutkan bahwa konflik Rusia dan Ukraina telah membuat negara barat menjatuhkan sanksi kepada Moskow, satu di antaranya melarang bank Rusia menggunakan jalur transaksi SWIFT (Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication). Sebagaimana diketahui SWIFT adalah sistem yang mendominasi transaksi keuangan global.

"Banyak sekali hal yang harus kami perhatikan, jadi kalau RBB [rencana bisnis bank] baru Juni jadi kita tunggu sampai tanggalnya Juni tetapi kalau misalnya kami rasa perlu diubah maka kami ubah," katanya dalam konferensi virtual, Kamis (21/4/2022).

Sebagaimana diketahui, bank wajib melaporkan rencana bisnis kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) setiap tahunnya. Biasanya pada pertengahan tahun bank mengirimkan rencana baru bila ada revisi terkait dengan kondisi terkini.  

Adapun sepanjang kuartal I/2022, BCA mencetak laba bersih Rp8,1 triliun, atau naik 14,6 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). Capaian ini didorong oleh penyaluran kredit, transaksi, dan rasio dana murah (current aacounts saving accounts/CASA). 

Secara keseluruhan total kredit BCA pada kuartal I/2022 naik 8,6 persen yoy menjadi Rp637,1 triliun. Kredit korporasi naik 9,2 persen yoy mencapai Rp286,9 triliun pada Maret 2022, menjadi penopang utama pertumbuhan total kredit BCA. Seiring dengan aktivitas bisnis yang membaik, kredit komersial dan UKM naik 8,2 persen yoy menjadi Rp188,8 triliun. 

Sementara itu, pertumbuhan kredit tertinggi dicatatkan oleh segmen KPR, yakni tumbuh 9,8 persen yoy menjadi Rp98,2 triliun. KKB mencetak rebound dengan naik 3,6 persen yoy menjadi Rp41,6 triliun, dan saldo outstanding kartu kredit tumbuh 4,9 persen yoy menjadi Rp12,0 triliun. Total portofolio kredit konsumer naik 7,6 persen yoy menjadi Rp154,8 triliun. 

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) merevisi angka proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini, dari 4,7 hingga 5,5 persen menjadi 4,5 hingga 5,3 persen. 

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan bahwa hal ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi global yang juga diperkirakan lebih rendah dari perkiraan sebelumnya. 

Perkembangan tersebut dipengaruhi oleh kinerja ekspor yang kenaikannya akan tertahan seiring dengan lebih rendahnya pertumbuhan ekonomi global. Perdagangan dunia juga diperkirakan lebih rendah akibat berlanjutnya ketegangan politik Rusia dan Ukraina.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Leo Dwi Jatmiko
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper