Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Meninjau Prospek KPR Setelah Menkeu Sri Mulyani Bilang Generasi Muda Sulit Beli Rumah

Menkeu Sri Mulyani mengatakan generasi muda akan sulit membeli rumah karena daya beli dan harga properti yang tidak seimbang. Lantas bagaimana pandangan para pengamat mengenai prospek KPR?
Suasana proyek pembangunan perumahan subsidi di kawasan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu (2/7/2022). Bisnis/Arief Hermawan P
Suasana proyek pembangunan perumahan subsidi di kawasan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu (2/7/2022). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA – Belum lama ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengingatkan generasi muda sulit untuk mendapatkan rumah lantaran daya beli dan harga properti yang tidak seimbang.

Menkeu mengungkapkan saat ini terdapat backlog perumahan di Indonesia sebesar 12,75 juta. Sementara itu, Indonesia memiliki demografi yang relatif muda. Artinya, generasi muda akan berumah tangga dan akan membutuhkan hunian. 

Purchasing power mereka [generasi muda] dibandingkan harga rumahnya, lebih tinggi [harga rumahnya], sehingga mereka akhirnya end up dengan either tinggal di rumah mertua atau menyewa. Itu pun kalau mertua punya rumah. Kalau enggak punya rumah, itu jadi masalah lebih besar lagi, jadi menggulung [masalahnya] per generasi,” kata Menkeu Sri dalam webinar Road to G20-Securitization Summit 2022, seperti dikutip pada Senin (11/7/2022).

Namun demikian, pemerintah juga telah melakukan berbagai kebijakan agar masyarakat memiliki hunian, seperti pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) hingga fasilitas likuiditas pembiayaan rumah (FLPP) untuk masyarakat berpenghasilan rendah. 

Pengamat memandang kebijakan perumahan yang dilakukan pemerintah belum bisa menyeluruh dengan FLPP

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai pembiayaan rumah juga bisa dilakukan dengan cara pembiayaan murah untuk pengembang atau developer rumah tipe 36 dan 21. 

Menurut Bhima, selama ini bukan hanya bunga KPR yang dianggap tinggi, melainkan juga dari sisi bunga kredit konstruksi. Tak hanya itu, naiknya biaya pembelian rumah juga akibat ketersediaan lahan dengan harga terjangkau.  

Program land banking atau bank tanah sebaiknya dipercepat, sehingga pemerintah bisa membantu menjaga ketersediaan tanah perumahan,” kata Bhima kepada Bisnis, Senin (11/7/2022). 

Untuk diketahui, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Kementerian ATR/BPN) resmi membentuk bank tanah. Pembentukan badan bank tanah telah dilakukan melalui penandatangan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 113 Tahun 2021 tentang Struktur dan Penyelenggaraan Bank Tanah oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). 

Adapun latar belakang dibentuknya badan bank tanah antara lain harga tanah yang tinggi, ketersediaan tanah pemerintah yang terbatas, dan terjadinya urban sprawling, berakibat kepada tidak terkendalinya alih fungsi lahan dan perkembangan kota yang tidak efisien.  

Sementara itu, skema kerja bank tanah antara lain merencanakan ketersediaan tanah untuk kepentingan umum, sosial, pembangunan, pemerataan ekonomi, konsolidasi lahan, serta reforma agraria dan keadilan pertanahan. 

Tekanan KPR akan terjadi mulai tahun depan

Bhima menilai prospek bisnis KPR di semester kedua di tahun masih berada di tren positif. Sebab sebelumnya, masyarakat yang berkeinginan memiliki rumah primer sempat tertunda akibat pembatasan mobilitas yang ketat. 

“Jadi beberapa calon pembeli rumah mulai berani mengajukan KPR. Tapi, tekanan pada KPR sepertinya baru terjadi awal 2023 nanti, ketika suku bunga kredit bank mengikuti kenaikan bunga acuan BI [Bank Indonesia],” kata Bhima. 

Selain itu, Bhima menyebut developer perumahan masih belum menyesuaikan harga jual rumah sesuai kenaikan biaya material bangunan yang naik, seperti keramik, kaca, dan besi baja yang mengalami kenaikan harga. Adapun kenaikan harga tersebut lantaran adanya biaya impor yang dipengaruhi kurs dan biaya produksi di negara asal. 

Sebagaimana diketahui, pasar menyediakan dua jenis pembiayaan rumah untuk masyarakat, yakni secara konvensional dan syariah. Pembiayaan syariah, kata Bhima, dianggap cukup menarik ketika floating rate KPR mengalami kenaikan yang signifikan. 

Di sisi lain, suku bunga yang tinggi menjadi kelemahan bagi pinjaman KPR konvensional. Sementara itu, bank syariah menawarkan skema cicilan tetap hingga tenor KPR selesai. 

“KPR konvensional mungkin terlihat menarik di awal karena bunganya fix, tapi hanya  13 tahun. Setelah itu, floating rate-nya cenderung tinggi. Jadi, calon pembeli rumah saat ini ingin agar ada kepastian,” tuturnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Halaman Selanjutnya
Penulis : Rika Anggraeni
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper