Bisnis.com, BALI – Group CEO Standard Chartered Bank Bill Winters menyebutkan ada kesenjangan yang begitu dalam terkait pendanaan di negara berkembang. Kondisi ini pun dikhawatirkan dapat menghambat proses transisi berkelanjutan.
Hal itu disampaikannya dalam sesi B20-G20 round table bertema Sustainable Finance for Climate Transition yang digelar di Nusa Dua, Bali, baru-baru ini.
Bill menyampaikan laporan Just in Time yang dirilis Standard Chartered menunjukkan kesenjangan pendanaan di pasar negara berkembang mencapai US$95 triliun. Kesenjangan ini dinilai menjadi kendala dalam proses menuju target nol emisi. Menurutnya, negara-negara maju dianjurkan untuk membantu negara berkembang dalam hal pembiayaan yang dibutuhkan.
“Di sinilah perlunya sebuah kemitraan pembiayaan antara sektor publik dan swasta,” ungkap Bill.
Oleh sebab itu, kata Bill, kemitraan publik dan swasta dalam skala besar perlu didorong untuk memobilisasi keuangan dan menyalurkan dana guna membiayai proyek transisi berkelanjutan di negara-negara berkembang.
Dia menilai negara berkembang yang membiayai sendiri proses transisi akan berdampak pada pendapatan masyarakat. Tanpa adanya dukungan, kemiskinan masyarakat di pasar negara berkembang bisa meningkat sebesar US$2 triliun setiap tahunnya.
Baca Juga
Meski demikian, Bill menilai ada peluang investasi sebesar US$83 triliun ke negara berkembang. Hal ini bisa dicapai melalui penetrasi peran keuangan campuran atau blended finance dalam meningkatkan investasi.
Blended finance adalah proses pembiayaan yang melibatkan pihak swasta dan industri jasa keuangan untuk mendukung proyek-proyek dalam pembangunan berkelanjutan dengan memadukan unsur keberlanjutan.
“Hal ini tidak hanya meningkatkan jumlah pendanaan sektor publik, tetapi juga mendapatkan efek katalitik yang jauh lebih tinggi melalui pembiayaan sektor swasta,” pungkasnya.