Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Suku Bunga Acuan BI7DRR di 3,5 persen, ISED: Sejalan dengan Upaya Jaga Inflasi

Keputusan Bank Indonesia (BI) yang mempertahankan suku bunga BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) di 3,5 persen dinilai tepat waktu, tepat sasaran, dan tepat dosis.
Gubernur Bank Indonesia (BI) dalam acara Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia 2022 di Nusa Dua, Bali, Senin (11/7/2022). Dok. Bank Indonesia
Gubernur Bank Indonesia (BI) dalam acara Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia 2022 di Nusa Dua, Bali, Senin (11/7/2022). Dok. Bank Indonesia

Bisnis.com, JAKARTA — Institute of Social, Economics, and Digital atau ISED menilai bahwa kebijakan Bank Indonesia dalam mempertahankan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) di 3,5 persen sejalan dengan tujuan menjaga inflasi, yang terus naik sejalan dengan tren global.

Ekonom dan Co-Founder & Dewan Pakar ISED Ryan Kiryanto menilai bahwa keputusan Bank Indonesia (BI) yang mempertahankan suku bunga BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) di 3,5 persen merupakan langkah yang tepat. Dia menyebut langkah itu tepat waktu, tepat sasaran, dan tepat dosis.

Menurut Ryan, kebijakan itu pun bisa sejalan dengan upaya menahan kenaikan inflasi. Seperti diketahui, inflasi telah meningkat hingga 4,2 persen pada Juni 2022, padahal pemerintah ingin menjaga inflasi pada akhir 2022 untuk tidak melebihi 4 persen.

"Dengan mengacu kepada tujuan menjaga stabilitas rupiah dan mengendalikan inflasi sesuai jangkar BI, ditambah untuk menjaga momentum pertumbuhan, maka keputusan tadi [mempertahankan suku bunga acuan] tepat," ujar Ryan pada Kamis (21/7/2022).

Dia menilai bahwa posisi kebijakan moneter BI masih dovish atau pro-growth. BI memilih kebijakan yang terukur di tengah tekanan eksternal karena dampak perang di Ukraina, disrupsi rantai pasok global, stagflasi, dan lonjakan inflasi di berbagai belahan dunia.

Ryan pun berpandangan bahwa pergerakan inflasi inti yang masih dalam bank sentral, volatilitas rupiah yang menurutnya masih datar, hingga cadangan devisa yang kuat menjadi pertimbangan BI untuk tidak mengubah orientasi kebijakan moneternya.

"Pada saat yang sama, stance kebijakan bank-bank sentral negara lain, seperti Amerika Serikat, Korea Selatan, Inggris, Australia, dan Kanada, cenderung hawkish atau ketat, di mana suku bunga acuan dinaikkan mengikuti inflasinya karena spiritnya prostabilitas," kata Ryan.

Gubernur BI Perry Warjiyo memperkirakan bahwa tingkat inflasi nasional tahun ini berpotensi menyentuh 4,5—4,6 persen. Angka itu lebih tinggi dari proyeksi BI sebelumnya, yakni 4,2 persen.

Perry menilai kenaikan proyeksi itu akibat tingginya harga komoditas global, saat ini maupun beberapa waktu ke depan. Komoditas pangan dan energi menjadi pendorong utama kenaikan inflasi secara global.

"Dengan perkmbangan harga komoditas dunia yang naik, kami perkriakan inflasi lebih tinggi dari 4,2 persen, yakni bisa mencapai 4,5—4,6 persen," ujar Perry dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur BI, Kamis (21/7/2022).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper