Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BFI Finance (BFIN) Sebar Pembiayaan Rp8,53 Triliun pada Semester I/2022

Capaian penyaluran pembiayaan BFIN pada Januari hingga Juni 2022 ini tercatat tumbuh 40,8 persen dibanding periode sama tahun lalu.
Direktur Keuangan PT BFI Finance Indonesia Tbk Sudjono (kanan)  didampingi Direktur Pemasaran Sutadi memberikan penjelasan saat berkunjung ke kantor redaksi Bisnis Indonesia, di Jakarta, Senin (14/1/2019)./Bisnis-Dedi Gunawan
Direktur Keuangan PT BFI Finance Indonesia Tbk Sudjono (kanan) didampingi Direktur Pemasaran Sutadi memberikan penjelasan saat berkunjung ke kantor redaksi Bisnis Indonesia, di Jakarta, Senin (14/1/2019)./Bisnis-Dedi Gunawan

Bisnis.com, JAKARTA - Emiten pembiayaan PT BFI Finance Tbk. (BFIN) mengaku mencatatkan pertumbuhan di semua lini produk pembiayaannya, dengan total penyaluran Rp8,53 triliun sepanjang semester I/2022.

Direktur Keuangan BFIN Sudjono menjelaskan bahwa capaian penyaluran pembiayaan periode Januari-Juni 2022 tersebut tercatat tumbuh 40,8 persen (year-on-year/yoy) ketimbang kinerja periode yang sama tahun sebelumnya.

"Momentum peningkatan mobilitas masyarakat seiring kurva pandemi Covid-19 yang melandai, cukup mempengaruhi permintaan konsumen di sektor otomotif dan alat-alat berat yang menjadi fokus pembiayaan BFIN," ujar Sudjono dalam keterangan resmi, Rabu (27/7/2022).

Menurutnya, kinerja positif ini didorong oleh pulihnya daya beli masyarakat dan dunia usaha, sehingga meningkatkan kebutuhan untuk penggantian unit kendaraan atau alat berat lama, atau penambahan unit baru untuk mendukung aktivitas bisnis.

"Hal ini tampak dari meningkatnya nilai pembiayaan kami secara signifikan dibandingkan tahun sebelumnya. Kami terus menjaga momentum pertumbuhan dengan mengoptimalkan layanan dan coverage, serta bunga yang kompetitif sehingga dapat melampaui target yang ditetapkan sebelumnya," tambahnya.

Beralih ke sisi aset, perusahaan pembiayaan senior yang berdiri sejak 1982 mencatatkan pertumbuhan total aset sebesar 27,7 persen yoy menjadi Rp18,14 triliun. Sebagian besar berasal dari komponen piutang pembiayaan neto sebesar Rp15,94 triliun.

"Jumlah piutang pembiayaan neto BFI Finance hingga Juni 2022 tersebut tercatat tumbuh 26,65 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp12,59 triliun," tambah Sudjono.

Total piutang kelolaan (managed receivables) terkini BFIN pun naik sebesar 23,2 persen yoy menjadi Rp16,8 triliun.

Portofolio pembiayaan dari managed receivables berdasarkan jenis aset konsumen masih didominasi oleh pembiayaan mobil bekas dan baru sebesar 70,0 persen atau senilai Rp11,75 triliun.

Menyusul setelahnya, pembiayaan alat berat dan permesinan sebesar 12,0 persen, pembiayaan motor bekas 10,8 persen, property-backed financing 2,7 persen, dan sisanya berasal dari pembiayaan syariah dan chanelling dengan anak usaha, yakni tekfin P2P lending PT Finansial Integrasi Teknologi atau Pinjam Modal.

"Peran Pinjam Modal menjembatani penyaluran pinjaman kepada segmen-segmen debitur yang belum mampu mendapatkan akses pembiayaan secara konvensional," jelasnya.

Adapun, dari sisi kualitas portofolio, rasio pembiayaan bermasalah alias non-performing financing (NPF) stabil di angka 1,08 persen, jauh di bawah NPF rata-rata industri bulan Mei 2022 sebesar 2,77 persen untuk NPF bruto sementara itu, NPF neto hanya mencapai 0,31 persen.

Sementara itu, BFI Finance juga mencatatkan NPF coverage sebanyak 4,6 kali, yaitu besaran tingkat cadangan piutang dibanding NPF, jauh lebih besar dibandingkan NPF coverage rata-rata industri bulan Mei 2022 sebesar 2,1 kali.

Terakhir, terkait piutang yang mendapatkan restrukturisasi kredit pada masa pandemi Covid-19, terkini hanya tersisa 4,5 persen dari total nilai piutang pembiayaan per Juni 2022.

Sebelumnya, restrukturisasi sempat mencapai puncaknya pada September 2020 dengan persentase hingga 35,5 persen dari piutang pembiayaan BFIN. Terkini, sebagian besar dari sisa piutang restrukturisasi atau sebanyak 79,4 persen sudah kembali membayar angsuran penuh.

Sudjono menjelaskan bahwa restrukturisasi pun sudah hampir rampung karena hanya 0,9 persen dari debitur restrukturisasi yang masih melakukan pembayaran dengan nilai di bawah angsuran normal dan tergolong restrukturisasi aktif.

"Sisanya sudah kembali melakukan pembayaran normal di lebih dari 12 angsuran terakhir, sehingga seharusnya mereka sudah bisa dikeluarkan dari kategori restrukturisasi," tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Aziz Rahardyan
Editor : Farid Firdaus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper