Bisnis.com, JAKARTA — Kenaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) diprediksi secara tidak langsung akan berdampak pada kenaikkan suku bunga di perbankan. Penyaluran kredit di bank juga berpotensi terganggu karena bunga tinggi kredit.
Pengamat Ekonomi Perbankan dari Binus University Doddy Ariefianto kenaikkan harga BBM akan mendorong inflasi, dengan tingkat pass through sekitar 60–70 persen. Misal, setiap kenaikkan BBM 10 persen, maka inflasi naik sekitar 3 persen.
Dia mengatakan jika saat ini pertalite Rp7.250, kemudian naik menjadi Rp9.000-Rp10.000, maka kemungkinan inflasi bisa ekstra 3–4 persen. Dengan posisi inflasi saat ini mencapai 4,9 persen, maka kenaikkan BBM bisa mendorong inflasi hingga 7 persen bahkan lebih untuk skema terburuk.
“Ketikan inflasi naik, BI rate naik. Suku bunga simpanan dan kredit naik. Ketika suku bunga acuan naik, isu nonperforming loan dan permintaan kredit turun itu dampaknya kepada perbankan,” kata Doddy, Rabu (31/8/2022).
Doddy memperkirakan dampak terbesar akan dirasakan bagi bank yang menyalurkan kredit kepada ritel dan transportasi. Kenaikkan harga BBM akan berimbas langsung kepada kedua sektor tersebut.
Ketika inflasi 7–8 persen maka daya beli masyarakat akan berkurang yang berdampak pada sektor ritel. Selain ritel dan transportasi, sektor lainnya akan ikut terimbas dampak dari kenaikkan BBM.
Baca Juga
Dalam kondisi tersebut, kata Doddy, tidak banyak yang bisa dilakukan oleh Bank karena ini siklus bisnis. “Bank tidak bisa berbuat apa apa, yang bisa dilakukan adalah credit risk management diberikan kelonggaran. Tidak mengucurkan kredit sampai stabil lagi,” kata Doddy.
Sebelumnya, Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan meminta pemda mensosialisasikan dan pemahaman tentang kenaikan BBM. Menurutnya kondisi harga minyak global membuat pemerintah tak punya pilihan untuk menaikan BBM.