Bisnis.com, JAKARTA — Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) atau Omnibus Law Keuangan mewajibkan bank umum menyesuaikan suku bunga kredit dengan suku bunga acuan Bank Indonesia.
Direktur Utama PT Bank Ina Perdana Tbk. (BINA) Daniel Budirahayu mengatakan, apabila peraturan baru itu berlaku, bank mesti melakukan penyesuaian. Sebab, selama ini suku bunga acuan dari Bank Indonesia hanya sebagai patokan dengan mempertimbangkan efisiensi dan produktivitas.
Daniel mencontohkan, saat ini Bank Ina belum menyesuaikan suku bunga kredit untuk debitur lama, meskipun Bank Indonesia telah menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin (bps) sejak Agustus 2022. Sementara, untuk suku bunga deposito Bank Ina telah melakukan penyesuaian kenaikan 25 bps.
“Jadi, penyesuaian suku bunga belum terlalu memengaruhi cost of fund [beban dana] secara signifikan,” ungkapnya kepada Bisnis pada Rabu (5/10/2022).
Adapun cost of fund adalah biaya yang harus dibayar oleh bank atas penggunaan uang yang sumbernya dari pihak lain, seperti satu di antaranya nasabah.
Terpisah, Direktur Kepatuhan PT Bank Oke Indonesia Tbk. (DNAR) Efdinal Alamsyah juga mengatakan bahwa selama ini setiap bank melakukan penyesuaian suku bunga, baik suku bunga dana pihak ketiga (DPK) atau kredit dengan mempertimbangkan kondisi likuiditas.
Baca Juga
Oleh sebab itu, saat Bank Indonesia menetapkan suku bunga acuan, akan ada bank yang langsung melakukan penyesuaian, tetapi ada juga bank yang menunda atau malah tidak melakukan penyesuaian.
“Namun, apabila ketentuan ini sudah diberlakukan, tentu saja bank harus menyesuaikan suku bunga kredit dan simpanan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.” ujarnya kepada Bisnis pada Selasa (4/10/2022).
Dengan adanya ketentuan yang mewajibkan itu, Bank Oke tengah mengkaji dampaknya, terutama bagi kinerja. “Kebijakan ini tentu saja akan ada dampaknya, baik positif maupun negatif karena kondisi objektif masing-masing bank berbeda. Kalau untuk Bank Oke sendiri, kami masih harus melakukan kajian untuk mengindentifikasi dampak tersebut,” ungkap Efdinal.
Sebelumnya, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abdul Manap Pulungan mengatakan, dampak dari ketentuan dalam RUU Omnibus Law Keuangan ini akan dirasakan hanya pada bank-bank menengah ke bawah atau bank buku II. Sementara bank besar tidak akan terpengaruh dari aturan ini karena nasabah banyak dan struktur dana mereka murah.
Sedangkan, Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah mengatakan bahwa ketentuan dalam RUU Omnibus Law Keuangan itu tidaklah tepat. Sebab, akan banyak bank umum yang tidak bisa mengikuti aturan yang berlaku.
"Seharusnya dipahami dulu mengapa bank tidak melakukan penyesuaian suku bunga kredit mengikuti suku bunga acuan BI selama ini. Mengapa transmisi kebijakan moneter tidak berjalan efektif. Tidak main wajibkan saja," ujarnya.
Lazimnya, bank umum menyesuaikan suku bunga kredit dan simpanan dalam 3-6 bulan setelah suku bunga acuan BI ditetapkan. Hal ini karena setiap bank biasanya memiliki strategi yang berbeda untuk menjaga penyaluran pembiayaan.
Oleh karena itu, kata Piter, tenggat waktu yang singkat bagi perbankan untuk mengikuti suku bunga acuan BI akan menimbulkan masalah baru pada sistem keuangan. "Saya meyakini bank-bank tidak bisa diatur dalam menetapkan suku bunga kredit," ungkapnya.
Piter melanjutkan akan lebih menjadi masalah bila bank yang tidak patuh dikenakan sanksi. Pasalnya bank tersebut akan kehilangan kepercayaan masyarakat. Adapun sejauh ini belum ada pembicaraan mengenai hukuman atas ketidakpatuhan terhadap aturan tersebut.
Adapun berdasarkan UU Nomor 7/1992 tentang Perbankan yang saat ini berlaku, bank umum tidak diwajibkan untuk menyesuaikan suku bunga kredit dengan suku bunga acuan. Seluruh prosesnya diserahkan kepada mekanisme pasar.
Sedangkan, pada draf awal RUU PPSK, Pasal 8AB menyebutkan bahwa bank umum wajib melakukan penyesuaian ambang batas suku bunga kredit maksimal tujuh hari setelah Bank Indonesia menetapkan suku bunga acuan.
Kemudian dalam perkembangannya, draf final RUU PPSK menghilangkan kewajiban tujuh hari masa transmisi. Tertulis pada Pasal 8A draf final RUU PPSK, bank umum wajib melakukan penyesuaian ambang batas suku bunga kredit, yang selanjutnya akan diatur peraturan OJK (POJK).