Bisnis.com, JAKARTA — Kewajiban pemenuhan modal inti minimum Rp3 triliun untuk bank umum tinggal 2 bulan lagi atau jatuh tempo pada Desember 2022. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong agar bank umum segera memenuhi ketentuan tersebut, kalau tidak, bank umum terancam menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
Sebagaimana diketahui, Peraturan OJK No.12/POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum, mengharuskan bank untuk memiliki modal inti sebesar Rp3 triliun pada akhir 2022 untuk bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPD) 2024. Namun, menjelang akhir tahun ini, masih ada 26 bank yang belum memenuhi ketentuan tersebut.
Direktur Pengaturan Bank Umum Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan OJK Indah Iramadhini mengatakan, apabila bank tersebut masih tidak bisa mendapatkan modal inti Rp3 triliun maka bank terancam jadi BPR.
"Tahun depan kita lihat, saat ini kita masih lakukan pengawasan. Apabila belum juga memenuhi ketentuan modal inti, kami kasih pilihan, bisa menjadi BPR atau self litigation," ujarnya kepada wartawan pada Senin (17/10/2022) di Jakarta.
Menurutnya, sejumlah bank telah gencar melakukan aksi korporasi dalam memenuhi ketentuan modal inti tersebut. "Tapi belum final dan belum tereksekusi dengan baik," katanya.
Diketahui, sederet emiten bank mini terus memacu aksi penambahan modal melalui mekanisme rights issue demi memenuhi ketentuan modal inti minimum sebesar Rp3 triliun pada tahun ini.
PT Bank Bisnis Internasional Tbk. (BBSI) misalnya, berencana menggelar aksi penambahan modal dengan hak memesan efek terlebih dahulu (PMHMETD) sebanyak-banyaknya 465 juta saham. Rencana ini pun telah disetujui oleh para pemegang saham.
Manajemen BBSI menjelaskan aksi korporasi, yang rencananya digelar pada semester II/2022 tersebut, bertujuan untuk memenuhi ketentuan modal inti minimum pada tahun ini. Selain itu, dana rights issue juga digunakan untuk mendorong kinerja penyaluran kredit perseroan.
PT Bank of India Indonesia Tbk. (BSWD) juga menyiapkan aksi penerbitan saham baru melalui mekanisme rights issue sebesar 1,2 miliar lembar saham. Dengan asumsi seluruh saham dari right issue terserap, BSWD menargetkan modal inti menjadi Rp3,63 triliun.
PT Bank Ganesha Tbk. (BGTG) juga bakal menggelar aksi penerbitan saham baru atau rights issue sebanyak 7,5 miliar saham dengan harga Rp120 per saham. Jumlah dana yang akan diterima perseroan dalam right issue ini maksimal Rp900 miliar.
Sementara itu, PT Bank Capital Indonesia Tbk. (BACA) akan melakukan penambahan modal tanpa hak memesan efek terlebih dahulu (PMTHMTD) atau private placement sebanyak-banyaknya 19.946.980.337 saham dengan nilai nominal Rp100 per saham. Tujuannya untuk mengerek modal inti perseroan agar sesuai ketentuan OJK.
Selain bank umum yang dikejar waktu dua bulan lagi, BPD juga gencar memenuhi ketentuan modal inti hingga 2024. Baru-baru ini PT Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Tenggara berencana untuk bergabung dalam KUB PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. (BJBR). Hal ini ditandai dengan penandatanganan letter of intent (LOI) pada 29 September 2022.
Melalui kerja sama tersebut, Bank BJB dan Bank Sultra berkomitmen menjalin sinergi bisnis yang mampu menciptakan nilai positif bagi keduanya, serta melakukan langkah-langkah sesuai POJK termasuk penyertaan modal sehingga Bank Sultra dapat menjadi anggota KUB BJBR.
Adapun, sebelum menggandeng Bank Sultra, Bank BJB juga telah menyetorkan dana tahap pertama senilai Rp100 miliar untuk penyertaan modal kepada Bank Bengkulu dalam kerangka KUB lewat penandatangan perjanjian kerja sama pada akhir Juli 2022.
Sementara itu, upaya memperkuat konsolidasi turut ditempuh oleh PT Bank Pembangunan Daerah DKI Jakarta atau Bank DKI dengan PT Bank Maluku Malut. Kerja sama keduanya tertuang dalam penandatanganan nota kesepahaman.