Bisnis.com, JAKARTA — PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) mencatat rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) gross per kuartal III/2022 sebesar 2,16 persen, turun 20 basis poin (bps) dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Sementara itu rasio NPL net turun 23 bps menjadi 0,66 persen.
Bila dirinci, kredit bermasalah bank per September 2022 naik 6,8 persen sepanjang tahun berjalan (year-to-date/ytd), menjadi Rp14,3 triliun. Adapun sebanyak 50,6 persen di antaranya dikontribusikan oleh sektor manufaktur.
Salah satu penyebab tingginya kredit bermasalah sektor manufaktur adalah kredit dalam denominasi valuta asing. Bank mencatat kredit manufaktur dalam bentuk valas yang masuk kategori macet senilai Rp3,2 triliun.
Kredit bermasalah sektor manufaktur juga mencatat pertumbuhan tertinggi sepanjang tahun ini hingga September 2022. BCA melaporkan pertumbuhan kredit bermasalah manufaktur sebesar 21,4 persen ytd.
Kontributor terbesar kedua terhadap kredit bermasalah BCA adalah sektor perdagangan, restoran, dan hotel, yakni Rp3,9 triliun. Angka ini turun 7,3 persen ytd.
Seiring dengan naiknya nilai kredit bermasalah, BBCA juga ikut mengerek cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN). Per September 2022, CKPN bank senilai Rp35,5 triliun, naik 10,4 persen ytd.
Baca Juga
Sementara itu BBCA dan entitas anak melanjutkan tren positf hingga kuartal III/2022. Penyaluran dana bank secara konsolidasi naik 12,6 persen secara menjadi Rp682 triliun. Pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dibandingkan dengan kredit bermasalah ini telah menekan rasio NPL bank.
Presiden Direktur BCA Jahja Setiatmadja mengatakan bahwa pertumbuhan kredit terjadi di seluruh segmen, seperti kredit korporasi yang naik 13,4 persen yoy menjadi Rp306,1 triliun, sedangkan kredit komersial dan UKM naik 12,6 persen yoy mencapai Rp203,5 triliun.
Pada periode yang sama, kredit pemilikan rumah (KPR) tumbuh 10,4 persen yoy menjadi Rp105 triliun, dan kredit kendaraan bermotor (KKB) sebesar Rp43,8 triliun atau naik 9,2 persen yoy. Adapun, saldo outstanding kartu kredit juga tumbuh 15,8 persen yoy menjadi Rp13,0 triliun, sehingga total portofolio kredit konsumer mencapai Rp165,0 triliun atau naik 10,4 persen yoy.