Bisnis.com, JAKARTA — Bank digital telah gencar menyalurkan kredit secara tidak langsung melalui skema kolaborasi atau partnership. Pengamat mewanti-wanti agar bank digital melakukan sejumlah antisipasi menjaga rasio kredit bermasalah atau nonperforming loan (NPL) tetap terkendali.
Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin mengatakan penyalurnya kredit bank digital secara melalui skema kolaborasi dengan berbagai platform digital memang tidak langsung membuat risiko kredit macet tinggi. Bank digital malah bisa berbagi risiko kredit macet dengan platform tersebut.
Namun, bank digital mesti bekerja ekstra dalam memantau risiko kreditnya. "Untuk melihat kondisi NPL, mereka perlu secara periodik melakukan review terhadap indikator-indikator risiko dan penetapan limit serta standar dalam sistem mereka," ujarnya kepada Bisnis pada Jumat (4/11/2022).
Selain itu, bank digital juga mempunyai pekerjaan rumah saat menyalurkan kredit secara tidak langsung melalui skema kolaborasi. "Mereka harus selektif dalam memilih partner untuk kredit channeling," katanya.
Sebagaimana diketahui, bank digital seperti PT Bank Jago Tbk. (ARTO) telah mencatatkan pertumbuhan kredit yang pesat pada kuartal III/2022 berkat skema partnership atau channeling dengan sejumlah mitranya.
Bank Jago menurutnya menjalankan penyaluran kredit melalui kolaborasi dengan berbagai mitra, seperti multifinance, teknologi finansial (fintech) dan lembaga keuangan digital lainnya. Hingga akhir September 2022, Bank Jago telah berkolaborasi dengan 38 institusi, termasuk 32 mitra untuk partnership lending.
Baca Juga
"Semakin banyak mitra ekosistem yang bekerja sama maka potensi pertumbuhan kredit dan pembiayaan syariah akan semakin besar, dan hal tersebut telah terlihat hingga akhir kuartal III/2022," ujar Direktur Kepatuhan/Sekretaris Perusahaan Bank Jago Tjit Siat Fun kepada Bisnis pada Rabu (2/11/2022).
Hasilnya, berdasarkan laporan keuangan, mesin kredit Bank Jago per September 2022 berkerja dengan keras. Penyaluran dana secara konvensional dan syariah naik 119 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi Rp8,16 triliun.
PT Allo Bank Indonesia Tbk. (BBHI) juga membukukan pertumbuhan kredit yang melesat. Bank digital di dalam ekosistem CT Corp ini mencatatkan penyaluran kredit Rp7,15 triliun, melejit 247 persen secara tahunan.
“Kami telah mencapai banyak hal sebagai bank digital dengan terus mengoptimalkan ekosistem bisnis CT Corp, pemegang saham strategis kami dan bisnis ritel terkemuka lainnya di Indonesia,” ujar Presiden Direktur Allo Bank Indra Utoyo dalam siaran pers, bulan lalu.
Sedangkan, sebelumnya Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah mengatakan bahwa akan banyak tantangan bagi bank digital seperti Bank Jago ke depannya setelah mencatatkan penyaluran kredit yang ekspansif.
"Penyaluran kredit harus diimbangi dengan pengawasan yang ketat agar tidak memicu melonjaknya rasio kredit bermasalah di waktu mendatang," katanya kepada Bisnis pada bulan lalu (31/10/2022).
Apalagi menurutnya, menjaga NPL akan semakin menantang saat tingkat suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) naik. Pasalnya, ancaman NPL akan lebih besar ketika suku bunga terdorong naik.
Penyaluran kredit yang ekspansif juga memberikan tantangan bagi bank digital dalam meningkatkan dana pihak ketiga (DPK). Langkah ini mesti dilakukan agar likuiditas terjaga sehat.
Dengan begitu, fungsi intermediasi bank digital menjadi terkendali dan bank digital tidak hanya mengandalkan modal yang besar dalam menyalurkan kredit.