Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia melihat likuiditas perbankan masih cukup longgar di tengah dana pihak ketiga (DPK) yang tumbuh melambat dibandingkan laju penyaluran kredit.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menegaskan bahwa longgarnya likuiditas perbankan tecermin dari rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) yang mencapai 29,46 persen dan meningkat dari bulan sebelumnya.
“Ini tinggi karena dalam sejarah, bahkan sebelum Covid-19, rasio alat likuid per dana pihak ketiga paling tinggi adalah 21 persen,” ujarnya dalam konferensi pers, Kamis (17/11/2022).
Perry menjelaskan likuiditas perbankan tidak dapat diukur melalui perbandingan pertumbuhan kredit dengan DPK. Sebagai konteks, bank sentral mencatat pertumbuhan kredit pada Oktober 2022 mencapai 11,95 persen year-on-year (yoy), sedangkan DPK naik 9,41 persen yoy.
“Jangan diukur kondisi likuiditas dari membandingkan pertumbuhan DPK dengan pertumbuhan kredit karena itu adalah perubahannya. Harus dilihat pada kondisinya, indikator yang kami gunakan salah satunya rasio AL/DPK,” pungkasnya.
Menurut Perry, longgarnya likuiditas perbankan menjadi alasan mengapa transmisi suku bunga acuan terhadap suku bunga simpanan dan pinjaman tumbuh terbatas.
Baca Juga
Bank sentral mencatat suku bunga deposito 1 bulan naik 51 basis poin (bps) atau dari 2,89 persen menjadi 3,40 persen pada Oktober 2022. Sementara itu, suku bunga kredit juga meningkat secara terbatas menjadi 9,09 persen dari 8,94 persen pada Juli.
“Masih terbatasnya kenaikan suku bunga tersebut seiring dengan likuiditas yang masih longgar yang memperpanjang efek tunda [lag effect] transmisi suku bunga kebijakan pada suku bunga dana dan kredit,” pungkasnya.
Perry juga menyatakan Bank Indonesia terus berkomitmen menjaga likuiditas perbankan pada tetap longgar karena siklus keuangan Indonesia masih meningkat. Dia juga berharap bank terus mendorong penyaluran kredit dan pembiayaan.