Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

OJK Awasi Koperasi Simpan Pinjam, DPR Pertanyakan DIM Pasal 44F

Pembahasan pasal 44F mengenai pengawasan koperasi simpan pinjam yang beralih dari Kemenkop menjadi ke OJK menimbulkan dualisme.
Ilustrasi Raker RUU Omnibus Law Keuangan/Nyoman Ary Wahyudi
Ilustrasi Raker RUU Omnibus Law Keuangan/Nyoman Ary Wahyudi

Bisnis.com, JAKARTA — Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menilai Rancangan Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU P2SK) mengenai koperasi khususnya pada pasal 44F dinilai janggal karena karena dinilai tidak sesuai dengan peraturan lainnya.

Dalam rapat yang dilaksanakan pada Senin (5/11/2022) disampaikan bahwa terdapat 4 klaster yang meliputi sejumlah pasal. Untuk klaster I berisikan pasal 44: Koperasi menghimpun dana, pasal 44B: perizinan, pengaturan, dan pengawasan Koperasi oleh Kemenkop dan pasal 44C: modal, cadangan, dan hibah.

Kemudian klaster 2 berisikan pasal 44D: Kemenkop menyerahkan KSP ke OJK, pasal 44E: izin usaha KSP oleh OJK, dan pasal 44F: anggaran dasar koperasi persetujuan OJK.

Selanjutnya klaster 3 berisikan pasal 44G: pencabutan izin usaha oleh Kemenkop, pasal 44H: pembubaran Koperasi oleh Kemenkop, dan pasal 44I: PKPU. Sementara klaster 4 yakni mengenai pasal 319A: (i) penilaian KSP SJK, (ii) transformasi 6 bulan.

Pimpinan Rapat Panja RUU tentang PPSK Komisi XI DPR RI Dolfie O.F.P mengatakan bahwa pasal 44F yang terdapat di klaster 2 dinilai janggal karena Koperasi yang sudah memiliki Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (ADART) ini perlu direvisi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

“Koperasi versi OJK itu tidak ada, kita tidak mau terlalu banyak versi untuk urusan Koperasi ini. Ini janggal di pasal 44F untuk urusan sistem keuangannya. Ini kami nilai janggal karena terkesan, ada koperasi anggaran dasar versi Kemenkop dan ada koperasi anggaran dasar OJK,” ujar Dolfie.

Menanggapi hal tersebut, pihak Koperasi menyampaikan bahwa permasalah yang terjadi pada pasal tersebut disebabkan oleh adanya suatu regulasi. Karena di dalam undang-undang erkoperasian itu belum mengatur mengenai pengaturan yang ada di dalam pasal 44D, termasuk perizinan dan pencabutan perizinan.

“Dalam mengatasi permasalahan pasal tersebut, kami ingin meminta pandangan kepada Kementrian Hukum dan HAM, karena ini dimasukkan ke dalam undang-undang penguatan sektor keuangan, tetapi mengatur substansi yang sebetulnya substansinya itu ada di undang-undang per koperasian seharusnya, tetapi memang saat ini belum ada,” jelas pihak Koperasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper