Bisnis.com, JAKARTA – Selain berganti istilah, Rancangan Undang-undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK) atau Omnibus Law Keuangan dinilai turut mendorong pengembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
Dalam draf terbaru Omnibus Law Keuangan, memuat ketentuan bahwa BPR berbentuk badan hukum perseroan terbatas atau koperasi. Sebelumnya, badan hukum yang diperbolehkan mendirikan BPR hanyalah perseroan terbatas.
Selain itu, BPR dapat melakukan penawaran umum di bursa efek dengan syarat dan ketentuan diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dengan demikian, BPR bisa menggalang dana di pasar modal, salah satunya melalui initial public offering (IPO).
Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin melihat ada sisi negatif dan positif terkait dua ketentuan yang tertuang dalam Omnibus Law Keuangan.
Sisi positif terkait BPR bisa berbadan hukum koperasi, Amin menilai hal tersebut akan membuat BPR semakin berkembang. Selain itu, pengawasannya bisa dilakukan oleh seluruh anggota dengan semangat gotong royong.
“Jadi positifnya lebih aman. Selain itu, bisa dimiliki lebih banyak orang, modal bisa terkumpul lebih banyak,” ujarnya ketika dihubungi Bisnis, Kamis (8/12/2022).
Baca Juga
Meski demikian, Amin menilai ketentuan itu juga memiliki sisi negatif. Menurutnya, hal tersebut dapat membuat jumlah koperasi yang beroperasi bakal menambah jumlah BPR sehingga membuka potensi sejumlah masalah.
“Sekarang ini, BPR paling banyak kasusnya adalah menghimpun dana kemudian pemiliknya kabur. Rata-rata kasus bermasalah seperti itu,” pungkasnya.
Sementara itu, terkait dengan dibukanya peluang BPR menggalang dana dari pasar modal, Amin menyatakan bahwa upaya tersebut akan memberikan ruang bagi BPR untuk berkembang dan jauh lebih besar. Harapannya, BPR dapat bersaing dengan industri lain seperti fintech.