Bisnis.com, JAKARTA - PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. atau BBRI menyampaikan komitmennya dalam mendukung inklusi keuangan indonesia sejalan dengan visinya mencapai champion of financial inclusion pada 2025 mendatang.
Direktur Bisnis Mikro BRI Supari menuturkan bahwa upaya memacu inklusi serta literasi keuangan akan difokuskan pada 34,6 juta peminjam mikro dan ultra mikro dari hasil holding mikro BRI yang bersinergi dengan PT Pegadaian dan PT Permodalan Nasional Madani (PNM).
"34,6 juta peminjam mikro dan ultra mikro dari hasil holding itu adalah targeted segmen inklusi yang menurut saya paling efisien untuk segera dilaksanakan di seluruh negeri ini, karena mereka sesungguhnya mewakili 81,9 persen dari masyarakat indonesia berpenghasilan rendah," jelas Supari saat menjelaskan strategi yang akan dilakukan BBRI dalam berkontribusi mendorong inklusi keuangan nasional pada agenda BRI Microfinance Outlook 2023, Kamis (26/1/2023).
Dalam upaya mewujudkan inklusi keuangan yang menyeluruh, Supari meminta Indonesia untuk mencontoh China yang dinilai menjadi salah satu negara dengan postur ekonomi yang mirip dengan Indonesia.
"Rasanya, kita perlu untuk mencari use case yang mungkin relevan bisa kita tiru. China misalkan, China adalah sebuah negara yang postur ekonominya mirip dengan indonesia. 80 persen dari mereka ada di UMKM," pungkasnya.
Selain karena porsi UMKM yang mirip, China dipilih menjadi benchmark inklusi keuangan karena memiliki beberapa kesamaan parameter dengan indonesia, salah satunya yakni sama-sama memiliki jumlah penduduk yang besar.
Baca Juga
Di samping itu, posisi pendapatan per kapita masyarakat China saat ini berada di level US$12.732. Yang mana pada 2030 mendatang, pendapatan per kapita di Indonesia juga ditargetkan naik menjadi US$12.200.
"Hari ini di Indonesia kalau berbicara dalam perpektif inklusi itu sama dengan 8 tahun lalu di China. Begitu mereka sangat concern dengan inklusi sehingga pada tahun 2014 mereka sesungguhnya sudah memulai untuk mendapatkan sebuah titik tolak dimulainya inklusi secara paripurna bukan sekedar membuka akun sebanyak2nya di bank." jelas Supari
Adapun, Supari memaparkan upaya yang dilakukan China untuk dapat mencapai posisinya saat ini adalah dengan melakukan peningkatkan aksesibilitas dari masyarakat dengan membuka sejumlah lembaga jasa keuangan konvensional yang mampu mencakup seluruh masyrakatnya dengan rasio pengadaan agen konvensional sebesar 1 banding 1 juta jumlah penduduk dewasa.
Di samping itu, pemerataan akses ponsel digital juga dinilai menjadi kunci penting yang mendorong suksesnya inklusi keuangan di China.
"Mudah-mudahan dengan kebijakan negara [hal ini] dapat dibantu, di China 97 persen dari mereka sudah ber-smartphone. Sehingga, apa yang terjadi? betul-betul penetrasi transaksi digtal itu sampai dengan desa dan oleh karena itu scoring masing-masing penduduk sudah teradi saat ini di china," jelasnya.
Tak hanya masyarakat yang adaptif melakukan transformasi, lembaga jasa keuangan juga diminta untuk mampu menyediakan inovasi produk dan layanan bagi para nasabahnya.
Apabila seluruh hal tersebut dimulai secara serius oleh Indonesia mulai hari ini, Supari menjelaskan maka akan sangat relevan jika indonesia juga memiliki keinginan mendapatkan pendapatan per kapita penduduk di tahun 2030 nanti mencapai US$12.000.
"Itulah yang menjadi use case dari negara China. Dan rasanya karena goalnya sama kemudian profil masyarakatnya juga sama, maka relevan kalau kita meniru china sebagai kebijakan kita membangun journey inklusi di negara kita," ujarnya.