Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bos BCA (BBCA) Blak-blakan Faktor Tingginya NIM Bank di RI Setelah Disorot Jokowi

Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) Jahja Setiaatmadja membeberkan tingginya net interest margin (NIM) perbankan di Indonesia.
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja./Bisnis
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja./Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA — Marjin bunga bersih atau net interest margin (NIM) perbankan di Indonesia disorot oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) karena dinilai terlalu tinggi.

Merespon permintaan itu, Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) Jahja Setiaatmadja mengungkapkan ada sejumlah faktor kemungkinan NIM di perbankan Tanah Air tinggi.

Jahja mengatakan bahwa NIM perbankan memang mencatatkan peningkatan pada 2022. BCA sendiri mencatatkan marjin bunga bersih 5,3 persen pada akhir tahun lalu, naik 20 basis poin (bps) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya 5,1 persen. Kenaikan itu menurutnya bisa disebabkan oleh sejumlah faktor, seperti kenaikan suku bunga kredit dan simpanan.

"Tapi relatif BI [Bank Indonesia] menaikan suku bunga pada Agustus 2022, The Fed dari April, dan dampaknya ke DPK [dana pihak ketiga] perbankan tidak serta merta, karena likuiditas baik sekali," ungkap Jahja di acara pertemuan tahunan industri jasa keuangan (PTIJK) 2023 pada Senin (6/2/2023). 

Menurutnya, ada baiknya perbankan memberikan analisisnya terkait NIM yang tinggi itu. "Apakah karena efisiensi, cost of fund yang menurun, karena saat Covid-19 DPK kami naiknya kenceng sekali, kalau naiknya dari bunga yang rendah, otomatis marjin naik," ujarnya.

Di sisi lain, menurut Jahja bank juga mempunyai secondary reserve atau cadangan yang ditempatkan di surat berharga negara (SBN). "Cadangan ini pun sejak Agustus hingga September naik. Jadi NIM itu tidak sejalan dengan kenaikan agresif pinjaman. Ini sensitivitas yang mesti dipelajari sama-sama," pungkasnya.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan bahwa memang NIM perbankan menjadi perhatian, bahkan sampai ke telinga Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Ada concern agar jangan sampai tingkat suku bunga tinggi menghambat bisnis, jadi [kredit dari bank] tidak membantu sektor tertentu seperti UMKM [usaha mikro, kecil, dan menengah]," ujarnya dalam konferensi pers pertemuan tahunan industri jasa keuangan (PTIJK) 2023 pada Senin (6/2/2023).

Atas kondisi ini, OJK kata Dian akan melakukan kajian dan analisa yang lebih mendalam. Termasuk di dalamnya besaran margin yang pantas didapatkan oleh perbankan. "Kita akan melakukan analissi lebih mendalam"

Apalagi dalam omnibus law keuangan yang telah disahkan, ada amanat untuk melakukan transparansi bunga bank. Sebelum penetapan bunga harus dilakukan transparansi faktor penyusunnya. 

Menurutnya, NIM yang besar memang dianggap membawa keuntungan semata bagi perbankan dilihat dari marjin suku bunga pinjaman yang besar, sementara suku bunga simpanan yang kecil. Namun, menurutnya NIM yang besar itu banyak pertimbangan.

"Banyak hal yang bisa diteliti, pastikan berapa tingkat suku bunga ideal atau marjin yang didapat bank dari pinjaman serta dana simpanan," ungkap Dian.

Untuk itu, bank mesti menunjukkan komponen apa saja yang menyebabkan tingginya NIM. "Misalnya, apakah ini karena efisiensi bank, mungkin high cost economy, atau lainnya," ujar Dian.

Presiden Jokowi dalam kesempatan terpisah menilai posisi NIM perbankan nasional masih terlalu tinggi, yakni mencapai 4,4 persen sepanjang 2022. "Sebelum masuk ke sini tadi saya tanya ke pak ketua [Otoritas Jasa Keuangan/OJK], NIM nya berapa sih? Di jawab oleh Pak Mahendra sebesar 4,4 persen. Tinggi banget, ini mungkin tertinggi di dunia," pungkas Jokowi saat menyampaikan pidato pembukanya dalam acara pertemuan tahunan industri jasa keuangan (PTIJK) 2023 pada Senin (6/2/2023).

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) juga sempat menyebutkan bahwa marjin bunga bersih atau NIM perbankan di Indonesia berada pada posisi aman, bahkan masuk jajaran tertinggi di dunia. Melansir data The Global Economy, sepanjang tahun 2021 posisi NIM perbankan RI berada di urutan ke-31 secara global sebesar 5,06 persen.

Adapun posisi pertama diduduki oleh Zimbabwe dengan level NIM pada 2021 sebesar 12,83 persen. Dan posisi terendah ditempati oleh negara tetangga yakni Laos sebesar 0,77 persen.

Sementara bila diperkecil pada wilayah se-Asia Tenggara, posisi NIM perbankan RI duduk di urutan ke-dua atau mengekor dibelakang Kamboja dengan marjin bunga bersih pada 2021 sebesar 5,35 persen atau selisih 29 basis poin (bps).

Secara lebih rinci, berikut daftar 10 besar negara dengan NIM terbesar di Asia Tenggara:

1. Kamboja: 5,35 persen

2. Indonesia: 5,06 persen

3. Filipina: 3,56 persen

4. Vietnam: 3,35 persen

5. India: 3,18 persen

6. Thailand: 2,48 persen

7. Malaysia: 1,96 persen

8. Singapura: 1,21 persen

9. Myanmar: 1,09 persen

10. Laos: 0,77 persen

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper