Bisnis.com, JAKARTA - Industri pembiayaan (multifinance) ramai-ramai merasakan berkah antiklimaks pandemi Covid-19 dari sisi pertumbuhan signifikan kinerja laba periode 2022. Lantas, apakah tren pertumbuhan masih akan terjadi di tahun ini?
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno menjelaskan bahwa periode 2023 memiliki tantangannya tersendiri. Stabilitas kondisi perekonomian dalam negeri menjadi sorotan utama.
Pasalnya, kondisi perekonomian nasional berpengaruh terhadap daya beli masyarakat dan keberanian mereka mengajukan cicilan baru, serta menentukan optimisme para pelaku usaha dalam mengambil pembiayaan investasi atau pembiayaan modal kerja untuk ekspansi bisnis.
"Jadi kalau perusahaan pembiayaan bisa menemukan celah keseimbangan, kemungkinan besar laba bisa dijaga tetap naik. Tapi apakah akan sama seperti tahun lalu? Mungkin tidak, karena ada potensi penurunan pendapatan akibat tren kenaikan suku bunga acuan," ujarnya kepada Bisnis, Selasa (14/2/2023).
Suwandi menilai kenaikan suku bunga acuan memang keniscayaan dalam rangka menjaga kondisi perekonomian nasional tetap stabil, terutama dari lonjakan inflasi. Namun, dari sisi pemain industri pembiayaan, era suku bunga mahal akan sedikit menggerus margin.
Terlebih, saat ini mayoritas pendanaan multifinance berasal dari perbankan. Alhasil, penyesuaian bunga jual suatu multifinance kepada konsumennya akan turut dipengaruhi kebijakan suku bunga mitra perbankan yang memberikan pendanaan.
Baca Juga
"Karena setiap multifinance pasti atur strategi. Tidak serta merta kalau suku bunga pendanaannya naik, langsung [kenaikannya] dibebankan kepada konsumen. Pasti bertahap atau tidak di semua produk. Terlebih, persaingan di antara multifinance juga semakin ketat. Ini membuat margin keuntungan tidak akan selebar seperti tahun lalu," jelas Suwandi.
Adapun, Suwandi menilai masih ada beberapa sentimen positif yang bisa dimanfaatkan industri multifinance dalam rangka meningkatkan penyaluran pembiayaannya sepanjang tahun berjalan, sehingga bisa turut menjadi peluang mempertahankan kinerja laba.
Peluang tersebut, antara lain proyeksi kenaikan penjualan mobil dan sepeda motor, masih tingginya permintaan kredit terkait alat berat dan mobil komersial untuk industri, serta potensi multiplier effect dari perhelatan pemilu.
Selain itu, para pemain juga bisa melirik peluang dari berbagai industri yang saat ini berkembang karena menjadi sorotan pemerintah. Misalnya, terkait kendaraan listrik, konstruksi, energi hijau, atau proyek-proyek berkaitan upaya penghiliran 21 komoditas.
Sebagai informasi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat akumulasi laba bersih dari 153 pemain multifinance per Desember 2022 mencapai Rp20,36 triliun, tercatat naik hingga 33,17 persen (year-on-year/yoy) periode sebelumnya senilai Rp15,28 triliun.
Sebagai perbandingan, akumulasi laba bersih tahunan industri multifinance pada tutup buku periode 2019 mencapai Rp18,13 triliun, sementara pada era pandemi Covid-19 alias periode 2020 hanya Rp7,02 triliun.