Bisnis.com, JAKARTA — Bank Indonesia (BI) dinilai masih memiliki ruang untuk menaikkan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) hingga ke level 6 persen.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Maret ini, BI masih akan mempertahankan suku bunga acuannya pada level 5,75 persen.
Kendati demikian, menurutnya masih terdapat ruang untuk kenaikan suku bunga terutama pada kuartal kedua 2023 mengingat the Fed telah memberikan sinyal akan menaikkan suku bunga acuannya lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya.
Kenaikan suku bunga acuan BI akan menjaga interest rate differential antara BI dan Fed, sehingga dapat mendukung stabilitas rupiah.
Pejabat the Fed sebelumnya telah memberikan sinyal bahwa Fed berpotensi menaikkan suku bunga dengan lebih agresif dari perkiraan awal. Hal ini mempertimbangkan kondisi inflasi yang masih cenderung tinggi dan data ekonomi Amerika Serikat (AS), terutama data ketenagakerjaan AS yang masih solid.
Josua memperkirakan, Fed berpotensi menaikkan suku bunga hingga 5,5 persen jika inflasi di AS masih tinggi dan cenderung jauh dari target 2 persen.
Baca Juga
“Jika dampak dari kenaikan suku bunga acuan Fed yang lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya mendorong pelemahan rupiah jauh dari level fundamentalnya, maka BI berpotensi melakukan triple intervention dalam rangka stabilitas rupiah dan pasar obligasi domestik,” kata dia.
Namun demikian, implementasi revisi kebijakan terkait devisa hasil ekspor yang dikombinasikan dengan operasi moneter valas BI, yaitu term deposit valas DHE akan cenderung atraktif sehingga berpotensi mendorong peningkatan supply valas di dalam negeri.
Josua menilai, jika tekanan terhadap rupiah masih berlanjut, maka masih terdapat ruang kenaikan suku bunga BI maksimal 25 basis poin ke level 6 persen.
“Namun, apabila kondisi inflasi cenderung terkendali dan nilai tukar rupiah tetap stabil, maka BI berpotensi mempertahankan suku bunga acuannya di level 5,75 persen hingga akhir tahun ini,” jelasnya.