Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tips Hidup Hemat dan Bersahaja Lewat Frugal Living

Berikut konsep frugal living yang bisa Anda terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Hidup jadi lebih hemat dan bersahaja!
Ilustrasi mengelola keuangan melalui konsep frugal living/financialexpress.com
Ilustrasi mengelola keuangan melalui konsep frugal living/financialexpress.com

Bisnis.com, JAKARTA - Di tengah gempuran konsumerisme dan isu resesi ekonomi, gaya hidup hemat atau frugal living bisa menjadi solusi finansial yang dapat Anda terapkan. 

Frugal living, gaya hidup hemat yang sejatinya telah dicontohkan oleh nenek moyang sejak zaman dahulu kala. Pola frugal living kembali marak diperbincangkan dan memang relevan untuk digaungkan kembali menyusul isu resesi ekonomi yang mengintai.

Pada skala negara, upaya penghematan anggaran wajib dilakukan demi mencegah terimbas resesi global, mengurangi potensi utang negara, dan untuk mencapai kemandirian ekonomi.

Begitu pula pada kehidupan sosial masyarakat, baik individu atau keluarga tentu perlu menerapkan gaya hidup hemat demi keberlangsungan dan kemerdekaan finansial pada masa nanti.

Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang dilansir dari Antara pada Sabtu (1/7/2023), merdeka secara finansial atau financial freedom bukan berarti memiliki banyak uang. Makna merdeka finansial lebih dari sekadar banyak uang. Kemerdekaan finansial diperoleh jika seseorang dapat hidup dengan pantas, secukupnya, dan bebas utang.

Berikut konsep frugal living yang bisa Anda terapkan dalam kehidupan sehari-hari 

1. Hidup bersahaja

Nenek moyang kita telah mencontohkan sebuah gaya hidup bersahaja, mereka hidup dengan berburu atau bertani. Saat itu, sangat sedikit orang di zaman itu yang menimbun harta benda dan bergaya hidup mewah.

Pakar ekonomi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang Imam Prayogo mengatakan konsep frugal living masih setia dianut masyarakat di sejumlah daerah di Indonesia.

“Nenek moyang kita mengajarkan frugal living dan masih dapat dijumpai di beberapa daerah. Sebut saja, Yogyakarta, Surakarta, Madiun, dan masih banyak daerah lainnya,” katanya dikutip dari Antara, Sabtu (1/7/2023). 

Dia mengatakan penerapan frugal rumah sederhana, pekerjaan di ladang (sawah), berdagang, dan lainnya yang tidak mengejar pangkat atau jabatan.

“Kehidupan sosial masih kental bersahaja. Beda hal dengan masyarakat perkotaan. Yang mengedepankan penampilan dan (bergaya)  sosialita,” ujar dia.

Hal ini menjadi pasar empuk para pebisnis atau bankir. Maraknya pinjaman online (pinjol) yang mudah cair pun menjadi rebutan sebagian generasi muda perkotaan. Maka tak ayal potensi resesi dapat terjadi di negeri ini.

Igo melihat di negara-negara maju frugal living justru menjadi bagian dari strategi hidup.

“Hedonisme hanya bersifat semu dalam jangka panjang kehidupan. Maka, masyarakat Barat [negara negara maju] telah sadar dan perlahan meninggalkan pola hidup hedonisme,” papar ahli manajemen risiko itu.

Igo menyayangkan bahwa pola hidup hedonisme kini justru menjangkiti negara berkembang dan miskin Sebagian Generasi Z sekarang ini, misalnya, malu terlihat miskin.

Banyak kasus terungkap di media online, salah satunya siswa saat acara wisuda malu dihadiri ayahnya yang hanya naik sepeda motor dan sebagai buruh tani. Penipuan-penipuan online yang dilakukan oleh Generasi Z yang mana kerugiannya terhitung fantastis, ratusan juta hingga miliaran rupiah.

Sementara di Afrika, ada budaya La Sape, istilah untuk kaum muda yang rela hidup dengan fashion branded namun kesulitan untuk makan dan memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Jhon White, profesor Filsafat Pendidikan, di Institut Pendidikan UCL London, dalam tulisannya The Frugal Life, and Why We Should Educate for It menjelaskan bahwa frugal living harus diadopsi oleh generasi masa depan. Tidak hanya negara miskin atau berkembang, bagi negara kaya pun konsep frugal living sudah harus diadopsi sebaik-baiknya.

Jumlah penduduk dunia yang terus meningkat, sumber daya yang semakin terbatas mau tidak mau membuat manusia harus mengadopsi gaya hidup yang hemat, tidak menghambur-hamburkan sumber daya dengan percuma. Menurutnya, konsep frugal living secara langsung dapat berhubungan dengan upaya-upaya menyelamatkan bumi.

 

Hemat vs hedonistik

Frugal living ternyata juga menjadi aksi perlawanan dan penolakan terhadap gaya hidup hedonistik. Banyak figur publik atau pejabat pemerintah yang dia serta anggota keluarganya mengumbar gaya hidup hedonistik di media sosial, akhirnya merana karena diciduk KPK.

Pemerintah pun menyebarkan imbauan agar frugal living dapat dianut menjadi gaya hidup aparatur sipil negara (ASN) mengingat biaya hidup dan berbagai fasilitas yang mereka gunakan berasal dari anggaran negara. Faktanya, sebagian besar aparat pemerintah yang terjerumus kasus korupsi terjadi akibat terjerat hedonisme.

Sementara para orang kaya di berbagai belahan negara, malah memilih gaya hidup sederhana dan menghabiskan sebagian besar hartanya untuk berderma.

Sebutlah pendiri Alibaba Jack Ma, salah seorang pendiri raksasa perangkat lunak Microsoft Bill Gates, kemudian Warren Buffett yang merupakan CEO Berkshire Hathaway, dan pendiri situs jejaring sosial Facebook Mark Zuckerberg, serta salah satu orang terkaya di Indonesia yang merupakan bos Djarum, Michael Bambang Hartono.

Gaya sederhana orang-orang kaya itu tak pelak mengundang decak kagum. Seperti Bambang Hartono, pernah viral karena kepergok makan tahu pong di warung sederhana di Semarang, dengan mengenakan kaus biasa. Jack Ma hingga kini masih sering makan mi instan ketimbang makan di restoran mewah.

Bahkan, Bill Gates yang suka makanan cepat saji, suatu ketika dia keciduk tengah mengantre sendiri untuk membeli burger di Seattle. Warren Buffett juga penyuka burger, dia hanya menggunakan mobil Cadillac XTS pada 2014 untuk mobilitasnya.

Begitu pun Mark Zuckerberg yang tak malu mengendarai mobil murah. Koleksi mobilnya amat merakyat, ada Acura TSX dan Honda Fit serta Volkswagen Golf GTI, yang bila digabung harga ketiganya tak sampai satu miliar rupiah.

Orang-orang berharta ratusan triliun rupiah itu justru tidak pernah menampilkan kehidupan foya-foya. Prinsip hidup dan pandangan bahwa uang bukanlah segalanya, itulah yang mendasari para konglomerat dunia tersebut lebih suka bergaya sederhana.

Memang, orang yang benar-benar kaya tidak membutuhkan lagi “pengakuan”, berbeda halnya dengan orang yang ingin tampak (dianggap) kaya. Maka, jangan malu terlihat miskin tapi malulah ketika pura-pura kaya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Halaman
  1. 1
  2. 2
Penulis : Newswire
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper