Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) mencatat kebutuhan pembiayaan atau kredit korporasi pada periode Juli 2023 melambat. Hal ini didorong oleh sejumlah sektor yang lesu, seperti konstruksi dan industri penyedia makan minum.
Berdasarkan Survei Penawaran dan Permintaan Pembiayaan Perbankan yang dirilis oleh BI, pada Juli 2023 kebutuhan pembiayaan korporasi terindikasi tetap tumbuh tercermin dari saldo bersih tertimbang (SBT) pembiayaan korporasi sebesar 17,6 persen.
Meski bertumbuh, SBT pembiayaan korporasi pada Juli 2023 itu melambat jika dibandingkan dengan SBT pembiayaan korporasi pada Juni 2023 sebesar 17,8 persen.
"Pertumbuhan kebutuhan pembiayaan korporasi terutama didorong oleh sektor pertanian, sementara pelambatan terjadi pada sektor konstruksi dan penurunan terjadi pada sektor jasa lainnya serta penyedia makan minum," tulis BI dalam laporan terbarunya yang dirilis pada Jumat (18/8/2023).
Selain itu, pelambatan yang terjadi terutama sebagai dampak penurunan kegiatan operasional karena lemahnya permintaan domestik dan ekspor serta penundaan sejumlah rencana investasi.
Pada periode Juli 2023, korporasi masih memenuhi kebutuhan pembiayaannya dari dana sendiri sebanyak 59,6 persen. Kemudian, korporasi memenuhi pembiayaannya dari perbankan sebesar 9,1 persen, pemanfaatan fasilitas kelonggaran tarik 7,1 persen, menjual aset tetap non-produktifnya 5,1 persen, pinjaman dari perusahaan induk 4 persen, mengajukan utang luar negeri 1 persen, dan menerbitkan surat berharga dalam negeri 1 persen.
Baca Juga
Korporasi mempertimbangkan aspek kemudahan, kecepatan perolehan dana, serta biaya suku bunga yang lebih murah dalam memilih sumber pembiayaanya.
Survei BI juga melaporkan bahwa kebutuhan pembiayaan korporasi pada 3 bulan yang akan datang atau hingga Oktober 2023 diperkirakan relatif stabil dibandingkan dengan periode sebelumnya dengan SBT 21,7 persen.
Sebelumnya, Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, permintaan pembiayaan korporasi pada pertengahan tahun ini juga terindikasi lesu dan membuat penyaluran kredit perbankan melambat.
"Korporasi cenderung mempercepat pelunasan kredit dan berperilaku wait and see dalam meningkatkan rencana investasinya ke depan," ujarnya dalam pengumuman Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada bulan lalu (25/7/2023).
Sementara itu, Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) Jahja Setiaatmadja mengungkapkan, penyaluran kredit segmen korporasi BCA pada semester I/2023 juga tumbuh kurang optimal.
"Kredit korporasi agak kurang baik dibandingkan sebelumnya. Hanya tumbuh 5,1 persen," kata Jahja dalam paparan kinerja BCA pada Senin (24/7/2023).
Menurutnya, ada sejumlah faktor yang menyebabkan kinerja kredit korporasi kurang memuaskan. "Kalau tahun lalu proyek infrastruktur seperti jalan tol, pelabuhan, juga power plant cukup besar, bukan hanya swasta tapi juga BUMN. Sementara dari awal tahun hingga Juni tahun ini sektor itu kurang berkembang," ujarnya.
Faktor lainnya karena kredit investasi walau sudah mulai berkembang, tetapi tidak semoncer tahun sebelumnya.
Selain itu, dia memperkirakan adanya faktor persiapan tahun politik atau pemilu yang membuat kredit korporasi melempem.
"Mungkin mendekati pemilu banyak pengusaha wait and see. Meskipun pengalaman kita pemilu, tidak terjadi apa-apa, investasi juga ekonomi back to normal," tutur Jahja.