Laporan LPS dan OJK
Sebelumnya, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) juga menyebutkan bahwa likuiditas akan menjadi tantangan perbankan pada tahun ini di tengah tren suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) yang tinggi. Sebab, pertumbuhan kredit diperkirakan masih meningkat secara bertahap sejalan pemulihan aktivitas bisnis masyarakat, sementara DPK masih akan tumbuh dengan laju lebih lambat.
"Berlanjutnya peningkatan permintaan kredit akan menjadi tantangan bagi bank dalam mengelola likuiditasnya sekaligus tetap menjaga pertumbuhan kredit yang sehat," tulis LPS berdasarkan laporannya.
Di sisi lain, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat kondisi likuiditas perbankan setidaknya pada Juli 2023 tetap terjaga dan mampu memacu kredit hingga akhir tahun ini.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan sejumlah rasio likuiditas memang menunjukkan penurunan. Alat likuid per non core deposit (AL/NCD) misalnya turun ke level 118,37 persen pada Juli 2023 dibandingkan 124,54 persen pada Juli 2022. Secara bulanan juga turun, di mana AL/NCD pada Juni 2023 di level 119,05 persen.
Alat likuid per dana pihak ketiga (AL/DPK) juga tercatat turun ke level 26,57 persen, dibandingkan 27,92 persen pada Juli 2022 dan 26,73 pada Juni 2023.
Meski begitu, menurut Dian, likuiditas perbankan itu masih memadai.
Baca Juga
"Likuditas pada level memadai dengan rasio terjaga. AL/NCD dan AL/DPK masing-masih turun, tapi masih jauh di atas trashold," ujarnya dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK pada beberap waktu lalu.
Kondisi likuiditas itu pun dinilai mampu mendongkrak penyaluran kredit perbankan hingga akhir tahun ini. Adapun, kredit perbankan telah mencapai Rp6.686 triliun pada Juli 2023, naik 8,54 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).
"Pertumbuhan tertinggi terjadi pada kredit investasi," kata Dian.
Sementara DPK bank mencapai Rp8.064 triliun pada Juli 2023, naik 6,62 persen yoy. Pertumbuhan tertinggi DPK terjadi pada giro.