Bisnis.com, JAKARTA - Beberapa bank kerap menggunakan opsi pendanaan non-dana pihak ketiga (DPK) demi memperbaiki struktur pendanaan jangka panjang.
Hal ini tercermin dari laporan Lembaga Penjamin Simpanan yang mencatat sumber dana non-DPK meningkat terbatas pada Juni 2023 ke level 1,03 persen yoy.
Secara rinci, kenaikan pertumbuhan sumber dana non-DPK terutama berasal dari peningkatan kewajiban bank lain sebesar Rp5,02 triliun yoy dan pinjaman diterima sebesar Rp9,13 triliun yoy. Kewajiban bank lain didominasi oleh simpanan pada bank lain 47,91 persen dan interbank call money sebesar 46,40 persen.
"Pertumbuhan pendanaan non-DPK diperkirakan masih akan tumbuh meski melambat sejalan dengan excess likuiditas yang masih longgar serta kebutuhan ekspansi kredit. Dinamika suku bunga dan perkembangan pasar keuangan akan menjadi pertimbangan bank dalam mencari sumber dana non-DPK yang lebih murah," tulis LPS dalam rilisnya yang dikutip Bisnis, Jumat (18/8/2023).
PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) misalnya, melakukan diversifikasi sumber pendanaan sebagai salah satu strategi mengurangi risiko konsentrasi terhadap satu jenis sumber pendanaan.
Corporate Secretary Bank Mandiri Rudi As Aturridha menyebut pihaknya memiliki berbagai macam alternatif untuk melakukan pendanaan, baik melalui strategi penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK), maupun pendanaan non-DPK (wholesale funding) melalui transaksi yang sifatnya bilateral dan penerbitan Surat Utang.
“Berdasarkan posisi Juni 2023, jumlah surat berharga yang diterbitkan sebesar Rp40,07 triliun dan pinjaman yang diterima sebesar Rp47,68 triliun sehingga total pendanaan non DPK sebesar Rp87,75 triliun atau 6,66 persen dari total liabilitas Bank Mandiri,” jelasnya saat dihubungi Bisnis, Senin (14/8/2023).
Pada tahun ini, Bank Mandiri telah menerbitkan global bond sebesar US$300 juta pada 4 April 2023. Penerbitan global bond tersebut merupakan bagian dari Euro Medium Term Notes (EMTN) Programme Bank Mandiri yang telah dibentuk sejak 2019.
Selain itu, Bank Mandiri juga telah menerbitkan Penawaran Umum Berkelanjutan (PUB) Obligasi Berwawasan Lingkungan Berkelanjutan Tahap I (Green Bond) pada 4 Juli 2023 sebesar Rp5 triliun yang merupakan bagian PUB Obligasi Berwawasan Lingkungan Berkelanjutan I sebesar Rp10 triliun.
Di sisi lain, Bank Mandiri tetap optimistis pada 2023 pertumbuhan DPK dapat menopang pemenuhan likuiditas, mendukung operasional, serta menunjang kebutuhan ekspansi bisnis.
“Apabila dibutuhkan, Bank Mandiri dapat melakukan pendanaan melalui instrumen wholesale funding sebagai salah satu upaya bank dalam memperoleh pendanaan stabil jangka menengah dan panjang dengan tetap mempertimbangkan kondisi likuiditas, kondisi pasar, serta governance yang berlaku,” katanya.
Sementara, PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) mencatatkan pendanaan non-DPK sekitar Rp12,9 triliun per Juni 2023, meningkat 46 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Meski Executive Vice President Corporate Communication & Social Responsibility BCA Hera F. Haryn tidak menyebutkan lebih lanjut opsi non-DPK mana yang menjadi pilihan, tetapi dia menegaskan untuk saat ini BCA masih menghimpun biaya dana yang murah dan stabil.
"Rasio CASA terhadap total DPK mencapai 81 persen, salah satu yang tertinggi di industri," katanya saat dihubungi Bisnis, Jumat (18/8/2023).
Beberapa waktu lalu, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) pun resmi menawarkan Obligasi Subordinasi IV Bank BRI Tahun 2023 dengan nilai pokok obligasi mencapai Rp500 miliar.
Adapun, tercatat DPK mencapai pertumbuhan 5,79 persen yoy per Juni 2023, angka ini melandai dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu.
Seiring dengan hal tersebut, Peneliti Lembaga ESED dan Praktisi Perbankan BUMN Chandra Bagus Sulistyo memproyeksikan pertumbuhan non-DPK mencapai angka 10 sampai 15 persen hingga akhir tahun.
“Pendanaan non-DPK yang paling dominan saat ini adalah obligasi," ujarnya saat dihubungi Bisnis beberapa waktu lalu.
Akan tetapi, dirinya menegaskan kebutuhan dari pendanaan non-DPK ini melihat likuiditas dari perbankan, di mana dia menyebut karena likuiditas masih terjaga, sehingga pendanaan non-DPK masih belum seberapa diperlukan.
Sementara itu, Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan menilai non-DPK akan kembali bergairah seiring dengan melandainya atau menurunnya tren suku bunga serta permintaan untuk kredit sudah kembali pulih.
“Untuk tahun ini, terlihat pendanaan non-DPK melambat karena pergerakan suku bunga masih berpotensi naik dan adanya perlambatan permintaan kredit, kemungkinan akan kembali membaik pada tahun depan,” katanya
Menurutnya, opsi non-DPK yang dapat menjadi pilihan, yakni melalui penerbitan surat berharga khususnya surat berharga hijau atau ramah lingkungan yang dapat digunakan untuk pendanaan segmen yang dapat mengatasi perubahan iklim.