Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Penerapan Tata Kelola bagi Bank Umum yang di antaranya mengatur batasan porsi kepemilikan saham milik direksi bank. Aturan itu dinilai akan menjaga independensi pengurus perbankan.
Dalam Pasal 16 (1) POJK Nomor 17 Tahun 2023 itu diatur bahwa anggota direksi secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dilarang memiliki saham pada perusahaan lain sebesar 25 persen atau lebih dari modal disetor perusahaan lain.
Pada POJK lainnya yakni mengenai penilaian kemampuan dan kepatutan bagi lembaga jasa keuangan dijelaskan bahwa dalam hal anggota direksi baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama memiliki 25 persen kepemilikan di perusahaan, sementara perusahaan yang dimilikinya mengendalikan bank, maka terhadap anggota direksi itu memenuhi unsur pengendalian terhadap bank.
Di sisi lain, dalam hal penilaian kemampuan dan kepatutan anggota direksi dimaksud menjabat sebagai direktur utama, tidak memenuhi persyaratan independensi karena kepemilikan saham direktur utama dimaksud memenuhi unsur pengendalian.
Hal tersebut melanggar ketentuan sebagaimana Pasal 7 (3) yang mengatur bahwa direktur utama wajib berasal dari pihak yang independen terhadap pemegang saham pengendali.
Kemudian, anggota direksi yang menjabat sebagai direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan pun tidak memenuhi persyaratan independensi karena memenuhi unsur pengendalian.
Baca Juga
Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan mengatakan ketentuan soal porsi kepemilikan saham oleh pengurus bank akan mendorong independensi kepengurusan bank.
"Aturan itu bertujuan agar pengurus tetap independen dalam menjalankan operasional bank dan sesuai prinsip tata kelola yang baik," ujarnya kepada Bisnis pada Rabu (20/9/2023).
Dia juga menilai aturan tersebut menghindari konflik kepentingan antara posisi pemegang saham pengendali bank dan direksi.
"Dampak ke depan dari adanya aturan ini adalah pengurus yang memiliki saham lebih dari 25 persen harus melepas sahamnya sehingga maksimal hanya memiliki 25 persen," tuturnya.
Sementara Executive Vice President Secretariat & Corporate Communication BCA Hera F. Haryn mengatakan dengan adanya aturan baru dari OJK terkait tata kelola bank, perseroan akan mematuhinya.
"BCA sebagai perbankan nasional pada prinsipnya akan memperhatikan kebijakan dan regulasi pada POJK Nomor 17 Tahun 2023 tentang Penerapan Tata Kelola bagi Bank Umum dalam rangka mendukung praktik perbankan yang pruden," ujar Hera kepada Bisnis pada Rabu (20/9/2023).
Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan OJK menerbitan aturan baru itu mengingat tata kelola merupakan hal yang sangat fundamental dalam kegiatan usaha suatu bank.
“Melalui POJK ini, kami ingin tekankan kembali kepada pemegang saham pengendali selaku pemilik atau pengendali bank, agar tidak melakukan berbagai tindakan yang tidak proper antara lain penerbitan kebijakan, pengambilan keputusan, ataupun tindakan lain terhadap bank yang tidak sesuai, bertentangan/melanggar ketentuan OJK dan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan," kata Dian dalam keterangan tertulis pada Selasa (19/9/2023).
Penerapan tata kelola juga menjadi salah satu faktor utama untuk menciptakan sektor keuangan yang lebih berintegritas, memiliki daya saing dan daya tahan (risiliensi). Dengan begitu tata kelola mampu memberikan nilai tambah pada kinerja perusahaan dan perekonomian.
Dian juga menjelaskan dalam me-review dan mengkinikan ketentuan tata kelola bank umum, OJK bertujuan memberi acuan bagi industri perbankan untuk berkembang secara sehat, berhati-hati, berintegritas, senantiasa memegang prinsip-prisip governasi serta menegakkan market disciplines.
Penerbitan POJK baru juga merupakan tindak lanjut dari amanat Undang-Undang Nomor 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan atau UU PPSK.
Penyempurnaan aturan kemudian mengacu standar internasional, antara lain Basel Committee on Banking Services (BCBS), Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), ataupun Internatioal Finance Corporation (IFC).