Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Siasat Bidik Investor Milenilal di Balik Aksi Stock Split BNI (BBNI)

Setelah disetujui RUPSLB, aksi stock split BNI (BBNI) direncanakan akan berlangsung bulan depan.
Gedung BNI/Istimewa
Gedung BNI/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA -- PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) alias BNI sedang bersiap untuk menjalankan aksi pemecahan nilai saham atau stock split. Upaya ini dilakukan perseroan salah satunya untuk membidik investor milenial.

Stock split BBNI ini telah disetujui dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada pekan lalu. Dalam keputusan RUPSLB, stock split ditetapkan dalam rasio 1:2.

Artinya, setiap pemegang 1 lembar saham BNI akan mendapatkan 2 lembar saham hasil pemecahan dengan nominal tercantum saat ini. Setelah disetujui RUPSLB, aksi stock split pun direncanakan akan berlangsung bulan depan.

Direktur Utama BNI Royke Tumilaar menyatakan upaya stock split dilakukan untuk terus berpartisipasi dalam mendorong perkembangan pasar modal di Tanah Air. Melalui stock split, likuiditas saham BNI diharapkan akan semakin meningkat.

Saat ini, rasio price to book value (PBV) BBNI masih berada di kisaran 1,2 kali. Royke menjelaskan dengan adanya stock split, saham BNI dapat lebih aktif dan frekuensi transaksi di pasar saham akan meningkat. 

Di samping itu, para investor juga akan mendapatkan manfaat karena harga saham BNI menjadi lebih terjangkau, dan porsi kepemilikan saham menjadi lebih besar.

Dengan begitu, saham BBNI dapat menarik minat investor ritel, khususnya investor muda. "Terlebih lagi, semakin banyak investor generasi muda dan milenial yang berinvestasi di saham-saham IDX 30 dan LQ 45," kata Royke dalam keterangan tertulis pada beberapa waktu lalu.

Sebelummya, Head of Equity Trading MNC Sekuritas Frankie WP juga mengatakan aksi korporasi BBNI yaitu stock split cukup menarik. "Dengan rasio 1:2 yang bakal menarik banyak investor ritel nantinya,” kata Frankie kepada Bisnis, Senin (25/9/2023).

Stock split juga membawa sentimen positif bagi saham BBNI. Namun, hal yang perlu diwaspadai oleh investor adalah risiko makroekonomi.

Terutama dari The Fed yang kemungkinan cukup hawkish yang menunjukkan ketatnya kebijakan moneter mereka, dengan stance atau pendirian higher for longer (tingginya suku bunga acuan akan ditahan lebih lama). Hal tersebut menyebabkan ketidakpastian bagi investor.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper