Bisnis.com, JAKARTA – Wakil Presiden (Wapres) RI Ma’ruf Amin menilai pasar keuangan syariah di Indonesia mempunyai potensi besar. Namun, lembaga jasa keuangan jangan asal-asalan masuk pasar syariah dan harus dipastikan kesehatan keuangannya.
"Sebelum ke syariah, perusahaaannya harus sehat. Jadi tanya dulu ke OJK [Otoritas Jasa Keuangan] sehat tidak? Jangan baru-buru, taunya tidak sehat. Jangan sampai ada perusahaan syariah tapi tidak sehat," ujarnya dalam pembukaan Ijtima Sanawi Dewan Pengawas Syariah pada Jumat (13/10/2023).
Ia mencontohkan di industri halal, produk makanan sebelum diberi cap halal, mesti dipastikan kesehatan dan keamanannya di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). "Ini berlaku juga ke makanan kan, sebelum halal, dipastikan dulu dari BPOM, sehat, baik, aman, atau tidak? Perusahaan keuangan pun harus sehat dulu," tuturnya.
Adapun, ia menilai banyak lembaga jasa keuangan yang menyasar pasar syariah di Indonesia karena potensinya besar. Indonesia menjadi negara dengan penduduk muslim yang besar di dunia, yakni 87% dari jumlah penduduk.
Ia pun pada dasarnya mendorong banyaknya pemain-pemain di industri keuangan Indonesia masuk pasar syariah. "Proses hijrah perusahaan keuangan harus jalan," ujarnya.
Hal ini, guna mendongkrak pangsa pasar keuangan syariah di Indonesia yang masih kecil. Tercatat, lembaga jasa keuangan syariah di Indonesia telah memiliki aset Rp2.450 triliun per Juni 2023, tumbuh 13,3% secara tahunan (year on year/yoy). Namun, pangsa pasarnya masih mencapai 10,94% terhadap total keuangan nasional.
Baca Juga
Khusus perbankan syariah, pangsa pasarnya mencapai 7,3% terhadap keseluruhan aset. Dari sektor pasar modal syariah, per akhir Agustus 2023, pangsa pasar sukuk korporasi, sukuk negara, dan reksadana syariah mencapai 17,7%. Lalu, pangsa pasar saham syariah mencapai 56% terhadap seluruh emiten tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Ma'ruf sendiri menginginkan agar pangsa pasar syariah di Indonesia mencapai 50%. "Pangsa pasarnya [keuangan syariah] mungkin harus meningkat, paling tidak 50%. Sekarang baru 10%. Ini harus kita genjot sampai 50%," tutur Ma’ruf.
Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Mirza Adityaswara mengatakan industri keuangan syariah telah menunjukan kontribusi penting terhadap ekonomi nasional. "Keuangan syariah tahan hadapi krisis, tumbuh lebih tinggi dari keuangan konvensional," ujarnya.
Namun, pangsa pasarnya masih kecil dipengaruhi oleh sejumlah faktor, di antaranya inklusi dan literasi keuangan syariah yang masih rendah. Berdasarkan data OJK, indeks literasi keuangan syariah mencapai 9,14% dan inklusi 12%. Angka tersebut masih sangat rendah apabila dibandingkan literasi nasional yang mencapai 49,6% dan inklusi 85,1%.
"Kondisi ini memerlukan akselerasi tingkat literasi dan inklusi lewat kolaborasi antar segala pihak," ungkap Mirza.