Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bank Jumbo BBCA, BBRI hingga BMRI Makin Agresif Buang Aset Bermasalah

Penjualan aset menjadi salah satu strategi bank dalam menekan rasio kredit bermasalah alias non-performing loan (NPL).
Ilustrasi kredit macet atau nonperforming-loan (NPL)/Freepik
Ilustrasi kredit macet atau nonperforming-loan (NPL)/Freepik

Bisnis.com, JAKARTA - Penjualan aset merupakan salah satu strategi industri perbankan dalam menekan rasio kredit bermasalah alias non-performing loan (NPL).

Langkah ini diambil sejumlah bank jumbo, seperti PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI), PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) hingga PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN).

BBCA sendiri melaporkan bahwa penjualan aset bermasalah sudah sesuai dengan target dan timeline yang ditetapkan perseroan hingga September 2023.

EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA Hera F. Haryn mengatakan penjualan aset bermasalah dilakukan dengan cara lelang maupun non lelang, bekerja sama dengan pemangku kepentingan (stakeholders) terkait, dan dilaksanakan sesuai ketentuan dan peraturan yang berlaku.

“Sebagai informasi, rasio kredit bermasalah (NPL) BCA tercatat sebesar 2,0% di sembilan bulan pertama tahun 2023, turun dari 2,2% di tahun sebelumnya,” katanya pada Bisnis, Senin (18/12/2023).

Lebih lanjut, BCA juga senantiasa memastikan kecukupan pencadangan kredit di setiap sektor. Pencadangan NPL memadai di sembilan bulan pertama tahun 2023, yaitu sebesar 226,9%.

Menurutnya, BCA senantiasa berkomitmen menyalurkan kredit secara pruden dan menjaga pertumbuhan kredit yang berkualitas.

“Kami akan mengkaji peluang di berbagai sektor, sekaligus mempertimbangkan prinsip kehati-hatian dengan penerapan manajemen risiko yang disiplin,” katanya.Adapun, BRI sendiri mencatat sampai dengan November 2023 recovery BRI terhadap kredit bermasalah mengalami peningkatan alias membaik 36,25% dibanding 2022. 

Corporate Secretary BRI Agustya Hendy Bernadi menyebut penjualan agunan merupakan salah satu bagian dari recovery yang berasal dari lelang dan dampak lelang. Tahun 2023 BRI telah membukukan recovery dari lelang sebesar Rp2,5 triliun.

“Penjualan agunan kredit bermasalah di BRI dilakukan melalui eksekusi lelang baik parate maupun fiat eksekusi dan penjualan non lelang (damai) oleh debitur,” katanya pada Bisnis, Senin (18/12/2023).

Menurut Hendy, penjualan agunan di tahun depan diproyeksikan mengalami peningkatan sekitar 45% yoy karena kondisi ekonomi sudah mulai stabil, peningkatan pemasaran agunan melalui website BRI Info Lelang (infolelang.bri.co.id) dan event/expo lelang, peningkatan kerjasama dengan pihak ketiga, seperti DJKN/KPKNL, BPN, PPA, Pengadilan, dan sebagainya. 

Hal senada juga disampaikan Bank Mandiri yang terus mengupayakan pelepasan aset bermasalah melalui mekanisme lelang demi memperbaiki kualitas kredit. 

Corporate Secretary Bank Mandiri Teuku Ali Usman menyebut sampai dengan September 2023, kualitas kredit Bank Mandiri (bank only) menunjukan perbaikan dengan indikator antara lain rasio NPL yang membaik 52 basis poin (bps) yoy dari 1,88% pada Desember 2022 menjadi 1,36% di September 2023.

Selain itu, Loan at Risk Ratio (LaR), termasuk restrukturisasi Covid-19 juga membaik dari 12,10% pada Desember 2022 menjadi 9,87%. 

“Perbaikan ini mendorong adanya penurunan Cost of Credit (CoC) dari 1,21% pada Desember 2022 menjadi 0,73% di September tahun ini,” ujarnya.

Sejalan dengan adanya perbaikan kualitas portfolio, kecukupan pencadangan juga mengalami penyesuaian yang dapat dilihat dengan adanya peningkatan persentase NPL Coverage mencapai 339,61% di September 2023 dari posisi Desember 2022 sebesar 311,10%.

"Kami melihat tren perbaikan kualitas kredit ini akan berlanjut sampai FY 2023 dan stabil di 2024 mendatang,” ungkapnya.

Tak mau kalah, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN) juga memproyeksikan rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) turun di bawah 3% pada 2024, salah satu strateginya dengan menjual aset kredit bermasalah.

"NPL juga akan masih lebih turun lagi, jika transaksi aset sales benar-benar bisa dilakukan di Desember. OJK, BPKP hingga pemilik terakhir yaitu kantor BUMN juga sudah setuju. Jadi, saat ini isunya bukan perizinan lagi, tapi isunya yaitu aset sales tinggal menunggu instrumen sukuk yang akan kami beli untuk ditukarkan dengan NPL. Ini kalau terjadi, maka 861 miliar NPL turun dan tahun depan kami akan melakukan 1 triliun lagi,” ujar Direktur Utama BTN Nixon L.P. Napitupulu beberapa waktu lalu.

Pada umumnya aset kredit bermasalah yang dijual BTN berupa apartemen atau hotel. BTN juga turut melakukan kesepakatan dengan IFG Life terkait pembayaran klaim-klaim tertunda sekitar Rp500 miliar yang ditargetkan rampung tahun ini. 

Saat ini, BTN mencatatkan NPL gross di level 3,53% pada September 2023, naik 8 basis poin dari periode yang sama tahun lalu yaitu 3,45% pada September 2022.Sebagaimana diketahui, rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) di industri perbankan diproyeksi meningkat pada 2024. Pendorongnya disebabkan terjadinya perlambatan daya beli dan penurunan pendapatan yang ujungnya mengganggu kemampuan bayar debitur.

Chief Economist BRI Anton Hendranata mengatakan dengan kondisi ini maka NPL cenderung meningkat terdorong kolektibilitas kredit perbankan yang berada dalam pengawasan khusus dan kredit kurang lancar naik menjadi macet.

“Tren NPL perbankan memang menurun. Namun ada tren kenaikan kolektabilitas 2 dalam pengawasan khusus dan Kol-3 yang kurang lancar yang cenderung meningkat. Kalau perbankan salah strategi, maka ini bisa mendorong NPL naik,” ujarnya dikutip Bisnis, Kamis (14/12/2023).

Berdasarkan catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), rasio kredit bermasalah perbankan sendiri menunjukkan tren penurunan secara keseluruhan dari tahun ke tahun, meski sempat mengalami perlambatan di beberapa bulan ke belakang.

Data menunjukkan pada 2021, tingkat Non-Performing Loan (NPL) mencapai 3%. Pada akhir 2022, angkanya mengalami penurunan menjadi 2,58%. Namun, pada awal 2023, NPL kembali mengalami lonjakan, mencapai 2,59% pada Januari, lalu Februari turun menjadi 2,58%.

Kemudian, pada Maret, NPL mencapai 2,49%. Satu bulan setelahnya, yakni April naik menjadi 2,53% dan menyusut sedikit menjadi 2,52% pada Mei. Selanjutnya, NPL Juni mencatat penurunan lebih dalam menjadi 2,44% dan Juli meroket menjadi 2,51%.

Sementara itu, NPL Agustus berada di level 2,5% dan September hingga Oktober kembali turun, masing-masing menjadi 2,43% dan terakhir 2,42%. Capaian Oktober 2023 sendiri susut sebesar 30 basis poin dibanding periode tahun lalu yang menyentuh 2,72%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper