Bisnis.com, JAKARTA — Kondisi hardening market pada industri asuransi dan reasuransi diprediksi masih terjadi tahun depan.
Dosen/Praktisi Manajemen Risiko, dan Ketua Umum Komunitas Penulis Asuransi Indonesia (Kupasi) Wahyudin Rahman menyebut frekuensinya kemungkinan mulai berkurang. Hal ini dikarenakan Industri asuransi dan reasuransi mulai bertahap menyesuaikan tarif internasional.
“Perlu diketahui, bahwa tarif asuransi/reasuransi dalam negeri, itu paling murah dibandingkan dengan overseas,” ungkap Wahyudin saat dihubungi Bisnis, Selasa (19/12/2023).
Wahyudin mengatakan harga premi asuransi dan reasuransi dalam negeri tidak pernah naik, padahal inflasi bertumbuh serta biaya juga terus naik. Hal tersebut menyebabkan beberapa dampak bagi industri antara lain terbatasnya kapasitas atau dukungan reasuransi. Dengan demikian banyak penutupan asuransi yang tidak penuh diasuransikan.
“Nasabah banyak yang self insured bahkan tidak ada yang mau melindungi,” imbuhnya.
Wahyudin menyebut kondisi tersebut secara tidak langsung akan mendegradasi penetrasi dan pangsa pasar. Solusinya, lanjut dia, harga pasar dalam negeri harus disesuaikan.
Baca Juga
Selain itu para pelaku juga harus gencar memberikan edukasi, terutama untuk broker dan agen.
“Saat ini bargaining industri terus kalah dari klien dan tidak kompak. Sehingga terjadi persaingan yang tidak sehat,” tandasnya.
Di sisi lain, Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) memprediksikan hardening market masih berlanjut pada industri asuransi dan reasuransi global pada 2024. Hal tersebut cukup berdampak pada industri asuransi dan reasuransi di Indonesia.
Dengan adanya kondisi tersebut, Ketua AAUI Budi Herawan mengatakan pihaknya sedikit khawatir dengan bisnis asuransi maupun reasuransi pada tahun depan.
“Kami agak sedikit tanda kutip 'pesimis' melihat outlook 2024 karena melihat kondisi pasar asuransi masih hardening. Kapasitas untuk renewal treaty kemungkinan akan turun, ini persoalan yang menjadi perhatian,” kata Budi saat menghadiri acara Maipark Award 2023 & Launching MCM 3.0 di Jakarta, Selasa (28/11/2023).
Budi menyebut untuk melewati kondisi tersebut menurutnya butuh dukungan banyak pihak. Terutama penyelenggara asuransi supaya bersama-sama mencapai tujuan yang sama.
Dia juga meminta dukungan regulator atau Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk meningkatkan kolaborasi supaya industri asuransi tetap tumbuh.