Bisnis.com, JAKARTA -- Hingga saat ini setidaknya sudah ada 10 bank perekonomian rakyat (BPR), baik itu konvensional ataupun syariah yang bangkrut pada empat bulan pertama 2024.
Lantas, seperti apa kinerja awal tahun bank ini dan bagaimana penguatan otoritas, baik untuk BPR dan BPRS?
Terbaru, kabar pencabutan izin usaha yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terendus usai libur lebaran 2024, di mana pihaknya mencabut izin usaha Bank Perekonomian Syariah (BPRS) Saka Dana Mulia di Kudus.
Bangkrutnya BPRS Saka Dana Mulia dari Kudus menambah deretan bank syariah yang harus bangkrut tahun ini. Di mana pada 26 Januari 2024 lalu sudah ada BPRS Mojo Artho Kota Mojokerto (Perseroda) yang izin usahanya dicabut oleh OJK.
Apabila dilihat secara keseluruhan sepanjang tahun berjalan sudah ada 10 BPR dan BPRS yang bangkrut di Indonesia. Padahal, 2024 baru berjalan selama empat bulan.
Jika dirinci, sebelum BPRS Saka Dana Mulia, PT BPR Bali Artha Anugrah, PT BPR Sembilan Mutiara, PT BPR Aceh Utara, PT BPR EDCCASH, Perumda BPR Bank Purworejo, PT BPR Bank Pasar Bhakti, PT BPR Usaha Madani Karya Mulia, BPRS Mojo Artho Kota Mojokerto (Perseroda), dan Koperasi BPR Wijaya Kusuma juga telah dicabut izin usahanya oleh OJK pada awal tahun ini.
Baca Juga
Kinerja BPR dan BPRS Awal 2024
Berdasarkan data Statistik Perbankan Syariah yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru-baru ini, industri BPRS membukukan laba Rp27 miliar pada Januari 2024, turun 29,03% dari sebelumnya Rp11,46 miliar pada Januari 2023.
Sementara itu, dari sisi dana pihak ketiga (DPK), BPRS telah menghimpun Rp1,7 triliun, tumbuh 27,33% dari periode yang sama tahun sebelumnya Rp1,33 triliun
Adapun, dari segi pembiayaan mengalami peningkatan sebesar 17,7% menjadi Rp17,05 triliun pada Januari 2024 dibanding sebelumnya Rp14,49 triliun. Kenaikan ini pun mengerek aset BPRS yang tumbuh 13,89% atau Rp22,99 triliun pada Januari 2024
Seiring dengan naiknya pembiayaan, rasio pembiayaan bermasalah (nonperforming financing/NPF) juga mengalami kenaikan 53 basis poin (bps) ke level 6,99% dari 6,46%.
Jumlah kredit non lancar BPRS membengkak dari 935,64 miliar pada Januari 2023 menjadi Rp1,19 triliun pada Januari 2024.
Sementara itu, berdasarkan catatan Bisnis, BPR sendiri membukukan rugi tahun berjalan sebesar Rp55 miliar pada Januari 2024.
Kondisi tersebut berbanding terbalik dengan periode yang sama tahun sebelumnya atau Januari 2023, di mana BPR membukukan laba Rp240 miliar. Adapun, pada akhir tahun lalu atau Desember 2023, BPR membukukan laba Rp1,94 triliun.
Kualitas aset bank pun memburuk, di mana rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) industri BPR naik menjadi 10,25% pada Januari 2024, dibandingkan 8,34% pada Januari 2023. Jumlah kredit macet BPR membengkak dari Rp7,49 triliun pada Januari 2023 menjadi Rp9,59 triliun pada Januari 2024.
Meski begitu, penyaluran kredit BPR tumbuh 9,26% secara tahunan (year on year/yoy) menjadi Rp141,17 triliun pada Januari 2024. Dana pihak ketiga (DPK) pun tumbuh 9,09% yoy menjadi Rp138,27 triliun pada Januari 2024.
OJK melaporkan di tengah sederet maraknya bank bangkrut, regulator terus memperkuat BPR/BPRS dengan mendorong konsolidasi dan penyesuaian regulasi serta pengawasan.