Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bank Digital Atur Strategi Hadapi Bunga Tinggi dan Gonjang-ganjing Global

Dalam menghadapi tantangan bisnis pada 2024, seperti bunga tinggi dan ketidakpastian ekonomi global, sejumlah bank digital membeberkan strategi masing-masing.
Arlina Laras, Fahmi Ahmad Burhan
Selasa, 7 Mei 2024 | 10:30
Ilustrasi bank digital./ Dok Freepik
Ilustrasi bank digital./ Dok Freepik

Bisnis.com, JAKARTA - Sejumlah bank digital membeberkan strategi masing-masing dalam menghadapi tantangan sepanjang tahun ini, seperti suku bunga tinggi dan juga ketidakpastian ekonomi global.

Bank digital milik Sea Group PT Bank Seabank Indonesia, misalnya, telah memupuk pencadangan yang tinggi mengantisipasi sederet risiko yang akan dihadapi bisnis perbankan pada tahun ini.

Berdasarkan laporan keuangan, cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) aset keuangan terhadap aset produktif Seabank mencapai level yang tinggi yakni 9,05% pada 2023. Angkanya membengkak 328 basis poin (bps) dibandingkan 5,77% pada 2022.

Presiden Direktur SeaBank Indonesia Sasmaya Tuhuleley mengatakan Seabank memang memupuk pencadangan yang besar untuk mengantisipasi sederet risiko pada tahun ini.

"Ada faktor eksternal, karena suku bunga di Amerika Serikat belum juga turun, inflasi, hingga geopolitik yang kemungkinan juga berdampak ke Indonesia. Ini bisa saja berpengaruh ke performa kredit," jelasnya dalam media briefing pada Senin (6/5/2024).

Apalagi, penyaluran kredit Seabank menyasar segmen individu ritel konsumer yang sensitif terhadap gejolak ekonomi. "Jadi, kami masukan parameter itu, cadangan dinaikan untuk antisipasi," ujar Sasmaya.

Meski begitu, menurutnya pencadangan yang besar bukan berarti tingkat impairment atau kerugian penurunan nilai aset keuangan Seabank tinggi serta kualitas kreditnya buruk.

Seabank mencatatkan impairment Rp4,45 triliun pada 2023, membengkak 60,64% secara tahunan (year-on-year/yoy) dibandingkan tahun sebelumnya Rp2,77 triliun.

Adapun, kualitas kredit bank tercatat membaik, di mana rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) gross susut dari 2,03% pada 2022 menjadi 1,77% pada 2023. Meskipun, NPL nett membengkak dari 0,13% ke level 0,16%.

Bank digital milik konglomerat Chairul Tanjung PT Allo Bank Indonesia Tbk. (BBHI) juga terus menyusun strategi mempertahakan kinerja hingga akhir 2024, apalagi di tengah tekanan suku bunga tinggi.

Direktur Utama Allo Bank Indra Utoyo menuturkan selain menggenjot dana pihak ketiga (DPK), pihaknya juga terus mengoptimalkan fungsi intermediasi, khususnya melalui produk dan jasa berbasis digital, dalam menghasilkan dan menumbuhkan laba.

“Tingkat suku bunga tinggi biasanya berdampak pada pembiayaan, mengingat faktor ketidakpastian menjadi acuan utama dalam pengelolaan risiko pembiayaan, sedangkan dengan naiknya tingkat suku bunga acuan dikhawatirkan memberikan tekanan terhadap debitur,” ujarnya pada Bisnis, Senin (6/5/2024).

Bank Digital Atur Strategi Hadapi Bunga Tinggi dan Gonjang-ganjing Global

Nasabah melakukan transaksi melalui aplikasi Allo Bank di Jakarta, Selasa (4/1/2022). Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Dia menuturkan, secara umum, terkait strategi perseroan adalah dengan menjalin kolaborasi dengan berbagai mitra strategis, baik di dalam ekosistem CT Corpora maupun di luar.

“Kolaborasi yang dilakukan [kerap] melalui penerapan model Open Banking guna meningkatkan nilai layanan finansial yang disediakan oleh bank agar makin mempermudah aktivitas kehidupan nasabah,” ucapnya

Lebih lanjut, Indra mengatakan sejauh ini masih banyak yang dapat di-eksplorasi dengan berbagai Business Unit di bawah CT Corpora.

Apalagi, mengingat ekosistem CT Corpora memiliki basis pelanggan yang sangat besar, di mana jumlah frequent users yang sangat besar ini dapat menjadi basis data inti untuk berbagai program loyalitas dan produk digital banking.

Strategi untuk mendayagunakan infrastruktur phygital juga BBHI lakukan, yakni menggabungkan infrastruktur dunia fisik dan dunia digital untuk memberikan berbagai macam keuntungan bagi nasabah.

“Dalam hal ini, Infrastruktur Phygital menggabungkan Aplikasi Mobile Banking Allo Bank dengan jaringan kanal fisik antara lain TransMart, Metro, Mitra Bukalapak dan Indomaret,” ujarnya.

Sementara itu, PT Bank Neo Commerce Tbk. (BBYB) optimistis kinerja perusahaan bakal meningkat dan makin membaik hingga akhir 2024.

Direktur Bisnis Bank Neo Commerce Aditya Windarwo mengatakan saat ini perseroan telah melayani berbagai kalangan nasabah, baik nasabah perorangan, usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), hingga nasabah korporasi.

Selain melayani nasabah di berbagai segmen, Aditya menuturkan fokus BBYB ke depan adalah meningkatkan jumlah nasabah aktif dan terus inovatif dengan terus memperlengkap layanan keuangan yang ditawarkan.

Tercatat, saat ini masyarakat dapat menggunakan beragam layanan, mulai dari berbagai layanan transaksi keuangan harian seperti pembayaran melalui Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS), pembayaran melalui Virtual Account (VA), sampai dengan transaksional harian melalui Payment Point Online Banking (PPOB), transaksional bisnis, dan payroll.

Lebih lanjut, dalam menjalankan aktivitas perbankan, BBYB juga mempertahankan tren perbaikan pada efisiensinya, tecermin dari beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) yang terus menyusut dari waktu ke waktu.

Adapun, menilik laporan keuangan hingga akhir 2023, perseroan mencatatkan BOPO berada di level 112,27% susut 1.501 basis poin (bps) dari 127,28% pada Desember 2022. Makin turun rasio BOPO menunjukkan semakin efisiennya perbankan dalam menjalankan usahanya.

Terkait penyaluran kredit, Aditya menuturkan bank tetap akan menjaga pertumbuhan bisnis yang terukur, serta mengutamakan prinsip kehati-hatian baik dalam penyaluran kredit segmen produktif maupun konsumtif.

“Hal ini dilakukan sebagai bentuk mitigasi risiko dalam rangka menjaga tingkat kesehatan portofolio bank,” ucapnya.

Kinerja Bank Digital

Sederet bank digital di Indonesia juga menunjukkan performa kinerja yang positif di pada awal 2024, tecermin dari pertumbuhan laba bersih, penyaluran kredit, hingga penghimpunan dana pihak ketiga (DPK). 

Pengamat Perbankan dan Praktisi Sistem Pembayaran Arianto Muditomo menuturkan ini sejalan dengan prediksi pertumbuhan pesat bank digital pada 2024.

“Karena awareness masyarakat atas keberadaan bank digital sudah jauh lebih baik,” ujarnya pada Bisnis, Senin (6/5/2024).

Menurutnya, pertumbuhan bank-bank digital tersebut tidaklah terlepas dari kinerja sang induk grup yang juga berperan dalam pengelolaan strategi bisnis dan operasional bank-bank digital tersebut. 

Bank Digital Atur Strategi Hadapi Bunga Tinggi dan Gonjang-ganjing Global

Nasabah beraktivitas di depan logo PT Bank Jago Tbk. di Jakarta, Kamis (11/1/2024). Bisnis/Abdurachman

Misal, kolaborasi PT Bank Jago Tbk. (ARTO) dengan GoTo Group. Kemudian, ⁠PT Bank Raya Indonesia Tbk. (AGRO) yang bersinergi dengan BRI Grup. “Allo Bank (BBHI) dengan group CT nya dan BCA Digital (blu) dengan BCA Group,” imbuhnya. 

Akan tetapi, Arianto menurutkan, meski menunjukkan tren positif di kuartal I/2024, kinerja bank digital di Indonesia di sisa tahun ini masih memiliki beberapa potensi risiko yang perlu diwaspadai.

Apalagi, suku bunga nasional dan global yang masih cenderung tinggi, membuat bank digital yang masih dalam tahap awal pengembangan bakal lebih terhadap dampak ini dibanding bank digital yang sudah mapan.

Tak hanya itu, persaingan bank digital juga kian ketat kala bank konvensional mulai mengoptimalkan layanan digital. 

“Keterbatasan infrastruktur di beberapa daerah seperti akses internet yang tidak merata, dapat menghambat penetrasi layanan bank digital,” tuturnya. 

Sementara itu, Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin mengatakan melesatnya kinerja bank digital, lantaran adanya kecenderungan pemain yang mematok suku bunga tinggi dibanding bank konvensional. 

“Lalu kalau ditanya mengapa masih ada bank digital yang membukukan bank kerugian, ya itu biasanya beban operasional masih tinggi, karena ada peningkatan transformasi digital,” ujarnya pada Bisnis.

Ke depan, Amin menyebut untuk bisa terus mempertahankan kinerja, sejumlah bank digital dapat memperbesar ekosistem dan mulai merambah segmen lebih luas. “Akan tetapi, dirinya mewanti-wanti soal lonjakan rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL)

"Saat ini, tren NPL akan tinggi, karena adanya gejolak, lalu pengaruh daya beli masyarakat dan potensi inflasi yang meninggi, yang pada akhirnya repayment capacity nasabah berkurang dan bisa menimbulkan NPL,” tutupnya.

Halaman
  1. 1
  2. 2

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper