“Kondisi keuangan BPJS tahun berjalan RKAT dibuat defisit tetapi secara keseluruhan tidak defisit, kalau peralatan dan utilisasi naik terus tentu suatu saat tidak cukup dananya [defisit],” ungkapnya.
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan dengan Perpres 59/2024 maka layanan rumah sakit mengarah ke satu ruang perawatan dgn maksimal 4 tempat tidur, dan 12 kriteria ruangan.
Dia menilai regulasi baru ini menyisahkan sejumlah ruang tanya seperti menghambat akses peserta JKN pada ruang perawatan.
"[Contohnya] pelaksanaan KRIS akan merujuk pada PP No. 47 tahun 2021, yang di pasal 18-nya disebutkan RS Swasta dapat mengalokasikan ruang perawatan KRIS minimal 40% dari total yg ada, dan RS Pemerintah minimal mengalokasikan 60%. Bila sebuah RS swasta mengalokasikan 50 persen, maka itu sudah memenuhi PP tersebut. Jadi yang bisa diakses peserta JKN hanya 50% sementara 50% lagi untuk pasien umum," katanya.
Dengan aturan ini, Timboel menilai terjadi pembatasan akses bagi peserta JKN ke ruang perawatan di RS. "Saat ini saja, dimana ruang perawatan kelas 1, 2 dan 3 diabdikan semuanya untuk pasien JKN, masih terjadi kesulitan mengakses ruang perawatan, apalagi nanti dengan KRIS," katanya mengingatkan.
Dia juga menyoroti iuran peserta Mandiri yang jadi single tarif. Kondisi ini akan membebani BPJS Kesehatan karena iuran kelas 1 dan 2 akan hilang, sementara kelas 3 akan naik.
Baca Juga
"Bagi kelas 1 dan 2 akan membayar lebih rendah sehingga menurunkan potensi penerimaan iuran, sementara kelas 3 yang naik akan berpotensi meningkatkan peserta yang menunggak," ujar Timboel.
Dia juga mengingatkan, kelas standar juga meningkatkan ketidakpuasan bagi peserta peserta dari pegawai swasta yang selama ini dilayani dengan kelas 1 dan 2.
Tantangan lain yakni, kebutuhan modal bagi perusahaan swasta untuk merenovasi ruang perawatan sesuai KRIS. "Kalau RS pemerintah tinggal nunggu alokasi APBN atau APBD. Seharusnya Pemerintah memberikan pinjaman tanpa bunga bagi RS swasta untuk merenovasi ruang perawatannya," katanya.
Timbeol menyebutkan saat ini KRIS sudah resmi diadopsi dengan payung hukum Perpres 59 tahun 2024. Dengan realitas ini dia meminta Pemerintah dan BPJS Kesehatan harus memiliki program untuk memastikan peserta JKN mendapat kemudahan dalam mengakses ruang perawatan.
"Bila di sebuah RS memang kamar perawatannya penuh, Pemerintah dan BPJS Kesehatan harus segera mencarikan RS yang mampu merawatnya, dan merujuk ke RS tersebut dengan ambulan yang dibiayai JKN. Jangan biarkan pasien JKN atau keluarganya yang mencari sendiri RS yang bisa merawat mereka," katanya.
Adapun berdasarkan Pasal 46 A aturan tersebut, kriteria fasilitas ruang perawatan pada pelayanan rawat inap berdasarkan kelas rawat inap standar terdiri atas:
- Komponen bangunan yang digunakan tidak boleh memiliki tingkat porositas yang tinggi
- Ventilasi udara
- Pencahayaan ruangan
- Kelengkapan tempat tidur
- Nakas per tempat tidur
- Temperatur ruangan
- Ruang rawat dibagi berdasarkan jenis kelamin, anak atau dewasa, serta penyakit infeksi atau noninfeksi
- Kepadatan ruang rawat dan kualitas tempat tidur
- Tirai/partisi antar tempat tidur
- Kamar mandi dalam ruangan rawat inap
- Kamar mandi memenuhi standar aksesibilitas
- Outlet oksigen.
Penerapan fasilitas ruang perawatan pada pelayanan rawat inap berdasarkan KRIS tidak berlaku untuk pelayanan rawat inap untuk bayi atau perinatologi, perawatan intensif, pelayanan rawat inap untuk pasien jiwa, serta perawatan yang memiliki fasilitas khusus. Ke depan, penerapan fasilitas ruang perawatan pada pelayanan rawat inap berdasarkan KRIS juga dilakukan evaluasi dengan mempertimbangkan keberlangsungan program Jaminan Kesehatan.Dalam masa penerapan fasilitas ruang perawatan pada pelayanan rawat inap berdasarkan KRIS, Menteri melakukan pembinaan terhadap Fasilitas Kesehatan.