Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkap perkembangan kasus penyelenggara fintech peer-to-peer (P2P) lending PT Investree Radhika Jaya (Investree) yang tengah bermasalah terkait gagal bayar hingga dugaan fraud.
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK Agusman menyebut, sampai dengan saat ini, Investree belum dapat memenuhi ketentuan ekuitas minimum sebanyak Rp2,5 miliar. Padahal sebelumnya Investree berkomitmen akan melakukan restrukturisasi yang dilakukan dengan penyuntikan modal dari investor.
“Kami berharap dapat segera menyelesaikan rencana restrukturisasi dengan penyuntikan ekuitas baru dari investor,” kata kata Co-Founder/Director Investree Singapore Pte. Ltd., Kok Chuan Lim yang mewakili Investree dalam keterangannya dikutip Rabu (31/1/2024).
Namun demikian, Agusman menyebut pemegang saham dan manajemen tetap berkomitmen untuk untuk menyelesaikan pelanggaran
Investree sebelum jatuh tempo sanksi. Selain itu, pihaknya tetap berkomitmen untuk terus memonitor perkembangan dan langkah-langkah penyelesaian yang diambil Investree.
“Saat ini OJK juga sedang mendalami dugaan fraud di Investree dan menindaklanjuti sesuai ketentuan yang berlaku, termasuk berkoordinasi dengan aparat penegak hukum,” kata Agusman dalam jawaban tertulisnya, Rabu (15/5/2024).
Baca Juga
Sebelumnya Agusman juga menyiratkan pihaknya tidak segan-segan untuk mengenakan sanksi bahkan pencabutan izin usaha seperti yang dialami PT Tani Fund Madani Indonesia (TaniFund).
“Apabila tidak melakukan pemenuhan komitmen dalam batas waktu yang telah disepakati, OJK dapat melakukan penegakan kepatuhan atau enforcement dengan menerbitkan sanksi administrasi berupa peringatan tertulis. Kemudian pembatasan kegiatan usaha, sampai dicabut izin usaha seperti TaniFund,” paparnya.
Dalam POJK Nomor 10 Tahun 2022, OJK dapat mengenakan sanksi administratif berupa peringatan tertulis secara berkala paling banyak tiga kali dengan masa berlaku paling lama dua bulan. Kemudian dilanjutkan dengan pembatasan kegiatan usaha paling lama enam bulan. Setelah itu, baru dicabut izinnya.
Dalam perkembangannya, masih ada enam dari 101 penyelenggara P2P Lending yang belum memenuhi kewajiban ekuitas minimal Rp2,5 miliar. Regulator pun terus melakukan langkah-langkah yang diperlukan terkait progress action plan upaya pemenuhan kewajiban ekuitas minimum dimaksud berupa injeksi modal dari pemegang saham, maupun dari strategic investor yang kredibel, dan juga pengembalian izin usaha.
Sejauh ini, ada beberapa entitas penyelenggara fintech lending yang saat ini sedang dalam pengawasan ketat oleh OJK dikarenakan tingkat TWP yang melebihi batas wajar, pemenuhan ekuitas minimum, dan faktor-faktor lain berkenaan dengan pemenuhan aspek kepatuhan. Regulator juga telah melakukan tindakan pengawasan termasuk pemberian sanksi administratif dalam hal ditemukan pelanggaran terhadap ketentuan.