Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kronologis Kredit Macet Gross BUMN LPEI Capai 43,5%

Indonesia Eximbank menjabarkan cara memulihkan kredit macet yang dialami perusahaan yang mencapai 43,5% gross.
Logo Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Eximbank
Logo Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Eximbank

Bisnis.com, JAKARTA -- BUMN di bawah Kementerian Keuangan, Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (Indonesia Eximbank) menjabarkan penyebab perusahaan membukukan kredit macet (non-performing loan) gross mencapai 43,5% atau mencapai Rp32,1 triliun dari pinjaman yang disalurkan Rp73,8 triliun.

Riyani Tirtoso, Ketua Dewan Direktur merangkap Direktur Eksekutif LPEI, menuturkan memburuknya kualitas kredit di lembaga yang dipimpin terjadi sebelum 2018.

"Penyebabnya sebagian besar pemberian kredit merupakan over financing," kata Riyani di Komisi XI DPR RI, Senin (1/7/2024).

Menurut dia, selain pemberian kredit yang menyalahi kemampuan debitur, LPEI juga tidak memiliki infrastruktur maupun sistem yang memberi peringatan dini akan kualitas kredit debitur. Termasuk tidak adanya unit yang khusus menangani kredit macet.

Persoalan lain, tidak ada komite kredit karena keputusan yang disetujui dilakukan secara sirkuler.

Kronologis Kredit Macet Gross BUMN LPEI Capai 43,5%

Dia menjelaskan atas kondisi ini, kualitas kredit Indonesia Eximbank mengalami pemburukan. Perinciannya, pada 2018 kredit yang diberikan mencapai Rp108,9 triliun namun kredit macet alias NPL sebesar Rp14,9 triliun.

Selanjutnya, pada 2019 meningkat menjadi NPL Rp22,9 triliun sedangkan kredit yang diberikan Rp97,8 triliun.

Pada 2020, kondisinya makin sulit dengan kredit Rp90,4 triliun dan NPL Rp23,6 triliun.

Periode 2021, nilai kredit tersisa Rp84 triliun serta NPL Rp17,7 triliun. Sedangkan pada 2022, kredit yang diberikan Rp83,4 triliun dan NPL mencapai Rp22,3 triliun.

Puncaknya pada 2023, NPL Gross mencapai 43,5% dengan rincian kredit yang diberikan Rp73,8 triliun dengan NPL Rp32,1 triliun.

Dia menjelaskan, atas kondisi ini, manajemen melakukan sejumlah perbaikan yakni meningkatkan penagihan, penghapusbukuan kredit, meningkatkan pencadangan, hingga menggandeng Kejaksaan Agung untuk melakukan litigasi.

"Tahun 2023 [laba sebelum pajak] dibanding 2022 meningkat hampir 2 kali lipat, namun ditinjau dari profit after tax, kita membukukan CKPN Rp17 triliun sehingga profit after tax [rugi] Rp18 triliun," katanya.

Dengan kebijakan ini, katanya, NPL net LPEI turun jadi 4,5% meski dan dalam kategori yang dianggap wajar oleh pengawas keuangan. Meski demikian, tercatat NPL gross melonjak dari 26,6% menjadi 43,5%.

Riyani mengatakan hasil penagihan kredit macet yang dilakukan telah menunjukkan perbaikan.

Tercatat dari 2019-2023, terdapat upgrade kualitas kredit nasabah senilai Rp23 triliun, recovery and collection Rp3 triliun dan hapus buku Rp5 triliun.

"Khusus periode 2024, collection sudah tercatat Rp1,5 triliun."

Dia mengharapkan kerjasama dengan Kejaksaan Agung dapat membuat pemulihan lebih cepat dilakukan baik saat penagihan ke debitur maupun pelelangan aset.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Anggara Pernando
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper