Bisnis.com, JAKARTA – Teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) telah berkembang pesat, termasuk dimanfaatkan oleh industri perbankan. Namun, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan sederet risiko dari penerapan AI tersebut.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan pemanfaatan AI oleh perbankan telah dilakukan pada beberapa bidang seperti otomasi pekerjaan untuk chatbot atau voice assistant, document processing, transaction monitoring, mendeteksi fraud dan money laundering, serta decision engine dalam membantu proses credit scoring.
Pemanfaatan AI tersebut, menurutnya, membawa pengaruh positif pada operasional bisnis bank, khususnya dalam peningkatan efisiensi akibat otomatisasi pekerjaan.
"Namun demikian, potensi penyalahgunaan AI yang dapat merugikan konsumen bank cukup tinggi," kata Dian dalam jawaban tertulis pada Senin (15/7/2024).
Adapun, beberapa risiko AI yang teridentifikasi antara lain bias algoritma, deepfakes, dan kemampuan membuat keputusan sendiri.
Meskipun AI dapat membawa manfaat signifikan, dia mengingatkan industri perbankan di Indonesia perlu memahami mekanisme kerja AI agar dapat dimanfaatkan secara luas dengan tetap mengantisipasi risiko yang mungkin timbul.
"Kepentingan nasabah atau konsumen harus diperhatikan dengan seksama," tutur Dian.
Menurutnya, OJK telah menerbitkan Blueprint Transformasi Digital di mana dalam salah satu pilarnya terdapat dorongan untuk penggunaan teknologi seperti AI pada bank.
Dalam kerangka Blueprint Transformasi Digital, bank diharapkan dapat melakukan tata kelola dan manajemen risiko TI yang baik dalam proses adopsi teknologi tersebut.
OJK juga telah menerbitkan Peraturan OJK (POJK) No.11/2022 tentang Penyelenggaraan Teknologi Informasi Oleh Bank Umum dan POJK No.21/2023 tentang Layanan Digital oleh Bank Umum. Dalam ketentuan tersebut, telah diatur bahwa bank dalam melakukan adopsi teknologi mesti dilakukan secara bertanggung jawab.
Untuk memastikan bahwa penerapan AI oleh perbankan dilakukan secara bertanggung jawab, adil, transparan, dan mematuhi nilai-nilai etika, saat ini OJK sedang menyusun panduan tata kelola AI untuk perbankan.
Sebagaimana diketahui, penerapan AI memang kian masif, termasuk di perbankan. Riset yang dilakukan perusahaan teknologi IBM menemukan setidaknya ada 38% perusahaan secara aktif menggunakan AI generatif. Selain itu, satu dari lima perusahaan bahkan mengaku mereka hanya memiliki karyawan yang mampu mengoperasikan AI.
Penerapan AI di Perbankan
Khusus di sektor keuangan, ada sekitar 50% perusahaan yang sudah menggunakan AI. Teknologi AI ini digunakan untuk mengatasi kekurangan tenaga kerja, mengurangi tugas manual atau berulang, serta untuk mengotomatisasikan jawaban.
Berdasarkan laporan McKinsey & Company yang bertajuk "Membangun AI Perbankan Masa Depan", banyak lembaga keuangan, termasuk perbankan yang telah memanfaatkan AI untuk mempercepat proses persetujuan pinjaman, otentikasi biometrik, dan asisten virtual.
Bank memang memerlukan segudang kemampuan AI dan analitik yang memberikan solusi sekaligus dipersonalisasi serta dilengkapi pengalaman unik secara real time.
Hal ini seiring dengan semakin banyaknya pelanggan yang melakukan transaksi harian mereka melalui saluran digital, mereka menjadi terbiasa dengan kemudahan, kecepatan, dan layanan yang dipersonalisasi serta ekspektasi mereka terhadap bank yang meningkat.
"Untuk bersaing dan berkembang dalam lingkungan yang menantang, bank perlu membangun proposisi nilai baru yang didasarkan pada kemampuan AI-dan-analitik terdepan," tulis laporan tersebut.
Salah satu bank jumbo di Indonesia, yakni PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) pun turut mengembangkan AI dalam rangka transformasi digitalnya.
Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi mengatakan di Bank Mandiri, bisnis yang telah ditopang oleh teknologi digital kian besar.
"Digital jadi fokus perkuat strong field dan secara serius kami kembangkan teknologi," ujarnya dalam acara konferensi pers Mandiri Investment Forum (MIF) 2024 pada Maret lalu (5/3/2024) di Jakarta.
Menurutnya, AI membantu pekerjaan masif yang selama ini manual dijalankan manusia. Pasalnya, nanyak pekerjaan dalam jumlah besar kemudian mensimplikasinya.
"Sehingga selama ini yang biasanya digunakan manusia sekarang teknologi," ujarnya.
Meski demikian, dia memastikan fungsi AI di Bank Mandiri tidak menyisihkan tenaga kerja yang sudah ada. Tenaga kerja yang kemudian pekerjaannya digantikan oleh AI dipindah ke posisi yang lain.
Bank jumbo lainnya PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) pada tahun lalu juga mengembangkan teknologi AI dengan menjalin kemitraan bersama V2 Indonesia.
Dalam kemitraan itu, BNI meluncurkan proyek teknologi Augmented Reality (AR) dan Virtual Reality (VR) dengan Metahuman berbasis AI. Teknologi tersebut diimplementasikan ke dalam setiap outlet super dan business flagship BNI.
Bank digital PT Bank Amar Indonesia Tbk (AMAR) fokus pada strategi mengoptimalkan pemanfaatan AI dalam mendongkrak kinerja bisnisnya.
Presiden Direktur Bank Amar Indonesia Vishal Tulsian menjelaskan melalui AI dan machine learning, Bank Amar mempunya kelebihan untuk mampu membuat solusi inovatif dan menyesuaikan diri dengan kebutuhan konsumen.
"Itulah kenapa kami tidak bermain di produk-produk tradisional, melainkan produk yang lebih fleksibel," ujarnya pada akhir tahun lalu (13/12/2023).
Vishal mencontohkan AI dan machine learning berperan dalam meningkatkan rasio dana murah alias current account saving account (CASA).
"Pada aplikasi kami, AI akan memberikan fitur-fitur keterangan yang bisa membantu perencanaan keuangan, terutama buat anak muda. Misalnya, ketika mereka butuh mengerem pengeluaran, atau ketika mereka butuh memisahkan tabungan khusus jangka panjang," jelasnya.