Bisnis.com, JAKARTA -- Sejumlah bank besar di Indonesia semakin agresif mengembangkan layanan digital melalui aplikasi super atau super app.
Bank-bank besar seperti PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) dengan BRImo, dan PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) dengan myBCA, telah meluncurkan super app mereka masing-masing. Terbaru, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) juga meluncurkan super app bernama wondr by BNI pada awal Juli 2024.
Adapun, Direktur Retail Banking BNI Corina Leyla Karnalies mengatakan peluncuran wondr sendiri merupakan bagian dari transformasi BNI yang dimulai sejak 2021.
“Kami juga melihat platform mobile banking kita yang sebelumnya sudah tidak mumpuni untuk dikembangkan,” ujarnya di Kementerian BUMN, belum lama ini (18/7/2024).
Lebih lanjut, dia menegaskan wondr by BNI sendiri memiliki perbedaan yang signifikan dengan super app Himbara lain, mulai dari segi perbedaan cara kerja hingga adanya bagian inovasi tertentu yang kemungkinan belum ada ada di bank lain.
“Kita waktunya singkat sekali untuk membangun ini. Kalau dihitung-hitung enggak sampai setahun untuk membangun wondr by BNI,” ujarnya.
Baca Juga
Corina juga menyampaikan terkait inovasi baru yang dikembangkan wondr by BNI dalam memenuhi kebutuhan pasar.
“Kita punya wondr seolah-olah punya RM [relationship manager], di situ dia [wondr] bisa menceritakan semua historical kita, rencana kita ke depan soal keuangan,” ungkapnya.
Adapun, Deputi Direktur Digitalisasi, Financial Center dan Transformasi Perbankan DPNP OJK Zulkifli Salim mengatakan bagi bank yang mengembangkan Superapp diperlukan perhatian khusus dalam hal mitigasi risiko, termasuk perlindungan data nasabah.
“Tentu perlu [bank] memitigasi [risiko], berarti [dengan Superapp] dia kan terkoneksi ekosistem, karena ada yang nawarkan investasi, lending, payment, bahkan ada yang [memberikan fasilitas] pemesananan tiket, ujarnya kepada Bisnis usai agenda Investortrust Power Talk yang dikutip Minggu (28/7/2024).
Menurutnya, saat sebuah Superapp makin terintegrasi dengan berbagai ekosistem, termasuk melakukan kerja sama dengan pihak ketiga, tentu ini dinilai bakal menambah dimensi risiko baru.
“Ketika dia [bank] kerja sama dengan pihak ketiga ada third party risk yang harus dimitigasi, mereka [bank harus] pastikan dalam kontrak mereka, jadi harus dimonitor,” ujarnya.
Lebih lanjut, dia sempat menuturkan bahwa bank-bank besar menganggarkan biaya modal (capital expenditure/capex) untuk teknologi informasi (IT) dengan jumlah yang besar. Bahkan, cenderung terus ditingkatkan di tengah masifnya ancaman siber.
“Kalau bank-bank besar belanja modal TI-nya bisa Rp7-8 triliun per tahun. Jadi, Bank Mandiri, BCA, itu belanja modalnya gila-gilaan untuk Capex TI-nya dan ini disampaikan ke OJK, termasuk dari sisi security, misal ada 20-30%, berarti kan sudah Rp2-Rp3 triliun untuk sisi security,” ujarnya.
Adapun, Zulkifli menegaskan bahwa perbankan terus memastikan mengunakan data ceter berteknologi terbaik dan terkini di dunia saat ini.
Meski demikian, dia menyebut bahwa OJK tidak menentukan besaran anggaran Capex IT untuk bank-bank tertentu, mengingat masing-masing bank memiliki bisnis model yang berbeda.
“Ada yang digital intens tapi ada juga di beberapa bank [masih memfasilitasi] tabungan dan deposito saja. Jadi, invesasinya beda, karena beda-beda kemampuan,” ungkapnya.
Direktur Technology and Operations BNI Toto Prasetio menjelaskan bahwa BNI menggunakan pendekatan yang komprehensif dalam mengamankan sistem dengan menerapkan beberapa lapisan (layers) keamanan dalam mengembangkan super app terbarunya, wondr.
“Layer paling atas itu edukasi ke nasabah, agar [nasabah] menggunakan atau menjaga password-nya dengan hati-hati supaya tidak terjadi social engineering,” ucapnya.
Berikutnya adalah kontrol terhadap aplikasi. BNI melakukan kontrol terhadap aplikasi untuk memastikan bahwa setiap aplikasi yang digunakan memenuhi standar keamanan yang ditetapkan.
Sedangkan ketiga melibatkan penerapan teknologi keamanan, termasuk pemanfaatan kecerdasan buatan (AI) terkait liveness detection. Kemudian, BNI juga mengadopsi Multi Factor Authentication (MFA).
“Seluruh faktor-faktor keamanan seperti enkripsi datanya, lalu yang berkaitan dengan server-servernya harus selalu tidak bisa diakses sembarang orang, termasuk backup-nya,” ujar Toto.