Bisnis.com, JAKARTA - Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) angkat bicara terkait dengan defisit anggaran sebesar Rp317,66 miliar yang dialami pada 2023.
Dalam laporan keuangan 2023, BPKH mencatatkan defisit komperhensif konsolidasi sebesar -Rp594,72 miliar, sedangkan defisit konsolidasi yang diatribusikan kepada entitas induk mencapai -Rp317,66 miliar.
Anggota Badan Pelaksana BPKH, Amri Yusuf, menjelaskan, defisit operasional 2023 itu dipengaruhi oleh keputusan pemerintah dan DPR yang tidak memberikan tambahan biaya untuk jemaah haji lunas pada 2020 dan 2022 yang batal melaksanakan ibadah haji akibat pandemi Covid-19 yang akhirnya diberangkatkan pada 2023.
"Jadi defisit yang tergambar dalam laporan keuangan 2023 itu adalah efek karena ada beban tahun 2020, 2022 yang seharusnya dicatatkan sebagai beban masa lalu atau beban sebelumya tapi dicatatkan di tahun berjalan," kata Amri saat konferensi pers di kantornya, Kamis (1/8/2024).
Dia menjelaskan, apabila dalam laporan keuangan entitas bisnis, transaksi yang terjadi dalam 2020 dan 2022 tidak dimasukkan dalam laporan operasional tahun berjalan.
Sementara dalam laporan keuangan BPKH sebagai entitas pengelola dana publik, beban keuangan yang terjadi pada 2020 dan 2022 dan baru dieksekusi pada 2023 dicatatkan pada tahun berjalan dan masuk dalam laporan operasional.
Baca Juga
"Ini simulasi, seandainya saya keluarkan, kan lunas tunda 2020 2022 kalau dilihat di keputusan Menteri Agama itu totalnya sekitar Rp1 triliun. Kalau kita keluarkan Rp1 triliun, dia tidak masuk transaksi tahun berjalan, artinya di sini positif, seharusnya positif, positif sekitar Rp500 miliar," kata Amri.
Tercatat dalam penyaluran untuk rekening virtual pada 2023 sebesar Rp3,17 triliun. Angka itu termasuk Rp1 triliun dana yang harus dibayarkan bagi jamaah haji tunda 2020 dan 2022 yang diberangkatkan pada 2023.
"Kalau yang Rp1 triliun tidak kami catat di laba operasional tahun berjalan tapi di transaksi neraca, laporan operasional akan positif," jelasnya.