Bisnis.com, JAKARTA -- Kinerja dua bank milik crazy rich ternama Indonesia, PT Bank MNC Internasional Tbk. (BABP) milik Hary Tanoesoedibjo dan PT Bank Nationalnobu Tbk. (NOBU) milik James Riady, menunjukkan arah yang berbeda sepanjang semester pertama tahun 2024.
Meski rencana merger antara kedua bank tersebut telah mencuat sejak awal 2023, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan bahwa prosesnya masih berlanjut. Sebelumnya, OJK memperkirakan merger ini akan rampung pada Agustus 2023. Namun, hingga pertengahan 2024, merger tersebut belum terealisasi.
Di tengah ketidakpastian terkait merger, kinerja Bank MNC (BABP) dan Bank Nobu (NOBU) memperlihatkan tren yang bertolak belakang. Laba Bank MNC dilaporkan mengalami penurunan signifikan, sementara Bank Nobu justru mencatatkan pertumbuhan laba yang semakin kuat.
Perbedaan kinerja ini menjadi sorotan di tengah proses merger yang masih belum menemui titik terang. Babak lanjutan dari perkembangan ini akan terus dipantau oleh para pelaku industri perbankan dan para pemegang saham kedua bank.
Bank MNC
Baca Juga
Misalnya, Bank MNC yang telah meraup laba bersih Rp25,35 miliar pada semester I/2024, turun 25,35% secara tahunan (year on year/yoy) dibandingkan sebelumnya Rp39,49 miliar pada semester I/2024.
Berdasarkan laporan keuangan, penurunan laba bank didorong oleh penyusutan pendapatan bunga bersih (net interest income/NII) 10,94% yoy menjadi Rp283,99 miliar.
Margin bunga bersih (net interest margin/NIM) juga turun 75 basis poin (bps) ke level 3,57% pada Juni 2024, dari 4,32% pada Juni 2023.
Kemudian, pendapatan berbasis komisi atau fee based income turun 14,66% yoy menjadi Rp25,49 miliar. Pendapatan lainnya juga turun 16,52% yoy menjadi Rp12,73 miliar dari sebelumnya Rp15,24 miliar.
Rasio profitabilitas BABP pun memburuk jika dilihat dari tingkat pengembalian aset (return on asset/ROA) yang turun dari 0,62% pada Juni 2023 menjadi 0,42% pada Juni 2024. Artinya, kemampuan bank dalam mendayagunakan asetnya untuk memperoleh keuntungan berkurang.
Tingkat pengembalian ekuitas (return on equity/ROE) juga turun dari 2,72% pada Juni 2023 menjadi 1,76% pada Juni 2024. Artinya, semakin berkurang kinerja bank dalam menghasilkan laba bersih melalui modalnya.
Dari sisi intermediasi, di tengah kondisi ekonomi makro yang stagnan, Bank MNC telah menyalurkan kredit Rp10,62 triliun pada semester I/2024 tumbuh tipis 0,81% yoy. Aset naik 7,97% yoy menjadi Rp18,2 triliun pada semester I/2024.
Bila dirinci, penyaluran kredit yang ada didominasi segmen wholesale banking sebesar Rp6,71 triliun, diikuti segmen multifinance Rp1,65 triliun, mortgage Rp861,88 miliar, implant banking Rp585,61 miliar, kartu kredit Rp425,9 miliar dan UMKM Rp377,34 miliar.
Seiring dengan penyaluran kredit, rasio kredit bermasalah (NPL) gross berada di level 4,57% dari 3,68%. Kemudian, NPL net berada di level 3,17% dan 2,20%.
Lebih lanjut, Bank MNC telah meraup dana pihak ketiga (DPK) sebesar Rp13,79 triliun pada enam bulan pertama 2024, naik 11,95% yoy. Namun, raupan dana murah atau current account saving account (CASA) turun 6,33% yoy menjadi Rp2,96 triliun.
Presiden Direktur MNC Bank Rita Montagna mengatakan untuk mendongrak kinerja perseroan pihaknya bakal terus memanfaatkan ekosistem MNC Group. Pihaknya juga berupaya untuk mengurangi beban margin dengan meningkatkan komposisi dana murah.
“MNC Bank saat ini tengah gencar mengoptimalkan penghimpunan DPK melalui loyalty program Tabungan Dahsyat, layanan Rekening Dana Nasabah. Di tambah lagi MNC Bank terus aktif menjalin kerja sama dengan pihak ketiga untuk menghadirkan produk inovatif,” ucapnya.
NOBU
Sebaliknya, Bank Nobu mencatat laba bersih Rp127,75 miliar pada semester I/2024, tumbuh 103,98% yoy atau secara tahunan dari periode sebelumnya Rp62,63 miliar.
Berdasarkan laporan keuangan, kenaikan laba ini terdorong pendapatan bunga bersih (net interest income/NII) yang tumbuh 25,45% yoy mencapai Rp455,13 miliar dari sebelumnya Rp362,8 miliar.
Moncernya laba ini juga disebabkan pendapatan berbasis komisi (fee based income) yang tumbuh 137,01% yoy mencapai Rp122,99 miliar dibanding sebelumnya Rp51,89 miliar. Selain itu, pendapatan lainnya tumbuh 136,84% yoy menjadi Rp9,08 miliar dari Rp3,84 miliar.
Efisiennya bank menjalankan bisnis terlihat dari penurunan rasio biaya operasional dan pendapatan operasional (BOPO). Tercatat, BOPO NOBU berada di level 85,59% dari sebelumnya 89,85%.
Rasio margin bunga bersih alias net interest margin (NIM) juga meningkat ke level 3,64% dari 3,56%. Artinya, kemampuan NOBU mencetak laba sejalan dengan kemampuan bank dalam memperbaiki rasio BOPO dan NIM yang ada.
Kemudian dari segi intermediasi, Bank Nobu telah menyalurkan kredit Rp17,43 triliun, naik 36,88% yoy dari Rp12,74 triliun. Alhasil, aset bank ikut terkerek sebesar Rp30,71 triliun pada semester I/2024, tumbuh 32,14% yoy dibanding sebelumnya Rp23,24 triliun.
Seiring dengan penyaluran kredit, rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) gross berada di level stagan yani 0,51% dan NPL net berada di level 0,4%.
Lalu dari sisi pendanaan, dana pihak ketiga (DPK) NOBU naik 45,5% yoy menjadi Rp20,99 triliun pada semester I/2024 dari sebelumnya Rp14,43 triliun pada semester I/2023. Current account saving account (CASA) alias dana murah naik 34,44% yoy menjadi Rp8,17 triliun pada semester I/2024 dari sebelumnya Rp6,08 triliun.
Permodalan MNC Bank mengalami penurunan rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) menjadi 29,5% turun 144 basis poin (bps) dari level 30,94%. Serupa, CAR Nobu juga mengalami penurunan 25,66% dari sebelumnya 27,47%.
Adapun, capaian ini berada di atas tingkat permodalan atau Capital Adequacy Ratio (CAR) perbankan secara industri yang sebesar 26,18% per Juni 2024.
Berdasarkan RTI Business, harga saham NOBU naik 1,63% ke level Rp625 pada penutupan perdagangan Kamis, (8/8/2024). Sepanjang tahun berjalan (year to date/ytd) harga saham NOBU pun turun 15,54%.
Sedangkan, harga saham BABP pun mencatatkan penurunan 1,85% ke level Rp53. Sementara itu, sepanjang tahun berjalan (YTD) harga saham BABP pun turun 11,67%.
Sebelumnya, Direktur MNC Bank Rita Montagna sempat menyatakan kesiapannya untuk mengikuti arahan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait rencana merger dengan NOBU. "Kita ikutlah dari OJK seperti apa kita ikut," ujarnya di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI) bulan lalu, (19/7/2024).
Menurutnya, untuk informasi terbaru dan perkembangan terkait merger, OJK adalah pihak yang lebih tepat untuk memberikan keterangan terbaru.
“Dan setahu saya Pak Dian [Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK] juga sudah rutin memberikan update terkait hal itu. Jadi, kita ikut dari regulator,” kata Rita.
Sementara itu, saat dihubungi terpisah, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan rencana merger masih dalam proses. Meskipun rencana merger ini sudah molor hampir setahun dari target awal, kedua bank terus berkoordinasi dengan OJK.
Lebih lanjut, dia menyebut bahwa kedua bank milik konglomerat itu dapat melanjutkan proses konsolidasi tanpa menunggu otoritas. Dian pun berkelakar kalau menunggu OJK, justru pihaknya memaksa untuk merampungkan proses tersebut.
"Kalau nunggu kita [OJK], malah nanti kita paksa [merger]," ujarnya usai acara Bisnis Indonesia Midyear Challenges 2024, Senin (29/7/2024).
Dian menambahkan penetapan target aksi korporasi merupakan hak masing-masing bank. Dia juga menyebut bahwa proses merger sendiri tidak mudah karena menyatukan dua bank konglomerat dengan karakteristik bisnis dan budaya perusahaan yang berbeda.
Selain itu, katanya, terdapat kemungkinan terjadinya pertukaran direksi sebagai konsekuensi cross ownership, di mana tiap bank akan memiliki perwakilan direktur di bank lainnya. Usai cross ownership, pihak Bank MNC akan menjadi bagian dari dewan direksi Bank Nobu, dan sebaliknya.