Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat menyoroti tingginya literasi asuransi di Indonesia yang tidak sebanding dengan tingkat inklusinya.
Berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2022, indeks literasi asuransi masyarakat Indonesia tercatat sebesar 31,72%, lebih rendah dibandingkan dengan literasi perbankan yang mencapai 49,93%.
Pengamat asuransi Irvan Rahardjo mengungkapkan bahwa dalam konteks literasi dan inklusi, industri asuransi memiliki karakteristik yang berbeda dibandingkan dengan industri keuangan lainnya, seperti perbankan. Sejak 2013 hingga 2022, survei SNLIK OJK selalu menunjukkan anomali di mana literasi asuransi lebih tinggi dibandingkan inklusi asuransi. Di sisi lain, inklusi perbankan selalu lebih tinggi daripada literasinya.
"Masyarakat Indonesia cenderung memiliki pemahaman dan pengetahuan yang baik tentang asuransi, tetapi enggan untuk memiliki atau membeli produk asuransi," ujar Irvan kepada Bisnis, Rabu (14/8/2024).
Menurut Irvan, rendahnya inklusi asuransi ini disebabkan oleh beberapa faktor yang perlu diteliti lebih lanjut, termasuk kurangnya keinginan untuk membeli asuransi (willingness to buy) meskipun masyarakat memiliki kemampuan finansial untuk melakukannya (ability to buy).
Salah satu alasan utama adalah rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap asuransi, terutama akibat kasus-kasus gagal bayar yang belum terselesaikan hingga saat ini.
Baca Juga
Irvan juga menyoroti bahwa masyarakat secara umum masih menghadapi kesulitan dalam mendapatkan klaim asuransi, bahkan dalam kondisi normal.
Selain itu, pemerintah sejak lama kurang memberikan perhatian atau prioritas pada industri asuransi karena kontribusinya terhadap sektor keuangan masih relatif kecil dibandingkan dengan perbankan.