Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Premi Asuransi Kesehatan Tambah Mahal, Salah Siapa?

Laju kenaikan premi asuransi kesehatan tahun ini mencapai tiga kali lipat dari biasanya, efek inlfasi medis hingga perang harga demi menggaet pemegang polis.
Warga melintas di kawasan Jalan MH Thamrin, Jakarta pada Selasa (8/8/2023), ketika Pemprov DKI Jakarta mengimbau warga menggunakan masker untuk mengantisipasi polusi udara yang sangat buruk dan berisiko bagi kesehatan. / Bisnis-Himawan L Nugraha
Warga melintas di kawasan Jalan MH Thamrin, Jakarta pada Selasa (8/8/2023), ketika Pemprov DKI Jakarta mengimbau warga menggunakan masker untuk mengantisipasi polusi udara yang sangat buruk dan berisiko bagi kesehatan. / Bisnis-Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA — Biasanya kenaikan premi asuransi kesehatan setiap tahunnya ada di kisaran 10%. Namun, pada tahun ini premi tiba-tiba naik hingga 30% atau tiga kali lipat dari biasanya, menjadi sorotan besar di kalangan industri asuransi.

Ketua Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Budi Herawan menjelaskan bahwa kondisi asuransi kesehatan tahun lalu terbilang kurang baik. Sejumlah perusahaan melakukan 'perang harga' dengan menawarkan produk terjangkau demi menggaet lebih banyak pemegang polis.

Namun demikian, efeknya terasa pada tahun ini, ketika inflasi biaya medis begitu tinggi sehingga memaksa para pelaku industri untuk menaikkan tarif premi. Alhasil, premi asuransi kesehatan naik hingga 30%.

"Kenaikan rata-rata 20%—30% yang di asuransi umum yang main di kesehatan. Tahun ini. Kalau tahun lalu kan masih terjadi perang tarif," ujar Budi kepada Bisnis, Rabu (14/8/2024).

Perang tarif itu diakui sebagai rapor merah di industri asuransi. Pasalnya, perolehan premi memang meningkat sepanjang tahun ini tetapi jumlah pemegang polisnya relatif tidak bertambah banyak, sehingga pendapatan itu cenderung berasal dari kenaikan tarif premi asuransi.

AAUI mencatat bahwa perolehan premi asuransi kesehatan di asuransi umum pada Januari—Juni 2024 mencapai Rp4,81 triliun. Tidak main-main, jumlahnya tumbuh 16,88% (year-on-year/YoY).

Pemegang polis asuransi kesehatan di industri asuransi umum biasanya adalah peserta kelompok, yakni para pegawai yang didaftarkan oleh perusahaan. Dari sana terlihat bahwa tidak terdapat penambahan jumlah pemegang polis asuransi kesehatan yang kentara meskipun sempat terjadi perang harga.

"Ini [perang tarif] rapor merah kami. Mau terus begitu merah? Kami tidak mau terjadi seperti itu," ujar Budi.

Kenaikan premi asuransi kesehatan tentu akan mempertimbangkan sejumlah aspek, mulai dari premi murni, burning cost, harga obat dan biaya rumah sakit, hingga inflasi medis secara keseluruhan. Hal itu tarik menarik dengan daya beli masyarakat yang saat ini terus melemah, sehingga menjadi pertimbangan besar dalam penentuan tarif premi.

Berdasarkan riset Mercer Marsh Benefits (MMB) Health Trends 2024, inflasi medis Indonesia masih akan berada di kisaran 13% tahun ini. Sebagai gambaran, tahun lalu inflasi medis ditutup di angka 13,6%.

Angka inflasi medis itu jauh di atas laju inflasi Indonesia secara umum. Terakhir, pada Juli 2024 inflasi tercatat 2,13% (YoY), dan pada tahun lalu catatan inflasi tertinggi terjadi pada Februari 2023 yakni 5,47%—tetap berada di bawah tingkat inflasi medis.

Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ogi Prastomiyono mengakui bahwa tingginya tingkat inflasi medis menjadi faktor utama yang mendorong industri untuk menaikkan premi asuransi kesehatan.

"Hal tersebut juga menjadi pemicu bagi perusahaan asuransi untuk menaikkan premi asuransi kesehatan, untuk memastikan perusahaan memiliki dana yang cukup untuk menanggung biaya kesehatan bagi pemegang polis," ujar Ogi.

OJK sedang menyusun regulasi mengenai produk asuransi kesehatan yang akan memperkuat lini usaha tersebut, dengan harapan agar industri tetap berjalan sehat dan masyarakat tidak terbebani lonjakan premi yang signifikan.

"Masih tahap kajian mengenai pokok permasalahan dan hal apa saja yang perlu diatur," ujar Ogi.

Cermati Daya Beli Masyarakat

Ketua Sekolah Tinggi Manajemen Risiko dan Asuransi (STIMRA) Abitani Taim meminta perusahaan asuransi mencari cara mengantisipasi inflasi medis agar tidak berdampak pada kenaikan iuran premi asuransi kesehatan.

Abitani mengatakan, kenaikan premi asuransi kesehatan mau tidak mau harus terjadi agar perusahaan dapat memastikan pembayaran klaim kepada tertanggung. Namun, di lain sisi, daya beli masyarakat yang sedang turun harus menjadi perhatian perusahaan asuransi.

"Strateginya, perusahaan harus lebih efisien dan mengoptimalkan teknologi dalam operasional perusahaannya, supaya kenaikan net premi dapat dikompensasi dari biaya operasional sehingga kenaikan tarif preminya tidak terlalu tinggi," kata Abitani kepada Bisnis, Rabu (14/8/2024).

Menghadapi daya beli masyarakat yang turun itu, Abitani mengatakan semestinya peursahaan asuransi melakukan penyesuaian dengan menawarkan produk-produk asuransi kesehatan yang benar-benar dibutuhkan masyarakat.

"Karena masyarakat tentunya kan melihat prioritas kebutuhan dalam membelanjakan uangnya," kata dia.

Sementara itu, Chief Customer and Marketing Officer PT Prudential Life Assurance (Prudential Indonesia) Karin Zulkarnaen menjelaskan bahwa pihaknya turut menerapkan kenaikan tarif premi sebagai respons tingginya inflasi kesehatan dan angka klaim asuransi kesehatan.

"Mulai Agustus 2024 akan ada penyesuaian premi atau biaya asuransi sebesar 39% untuk produk asuransi kesehatan Prudential Indonesia yang sudah ada sebelum 2024 ini," kata Karin kepada Bisnis, Rabu (14/8/2024).

Karin mengatakan pihaknya berkomitmen tetap memberikan layanan proteksi jangka panjang yang optimal kepada nasabah di tengah tantangan tingginya inflasi medis.

Saat ditanya bagaimana perbandingan tren pendapatan premi asuransi kesehatan dengan jumlah peserta, Karin enggan menyebutkan. Dirinya hanya memaparkan pendapatan premi Prudential Indonesia secara umum per kuartal I/2024.

"Pada kuartal I/2024 pendapatan premi Prudential Indonesia berdasarkan jenis produk, kalau dari produk tradisional sebesar Rp1,2 triliun atau naik 23,3% dibandingkan periode yang sama di kuartal I/2023. Sedangkan untuk pertumbuhan produk unitlink tetap stabil dibandingkan periode sebelumnya," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper