Bisnis.com, JAKARTA -- BPJS Watch menyoroti pendapatan iuran dalam program Jaminan Kesehatan Nasional yang dikelola BPJS Kesehatan tak mampu mengejar besarnya beban klaim. Ini terlihat dari rasio klaim terhadap iuran DJS Kesehatan yang tembus 104,7% di akhir 2023, dan kini menjadi 107,9% per Juni 2024.
Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, menyatakan meskipun beban klaim terus meningkat, iuran JKN tidak mengalami kenaikan selama 4 tahun terakhir. Kenaikan iuran terakhir terjadi pada 1 Juli 2020 melalui Peraturan Presiden No. 64 Tahun 2020. Menurutnya, iuran JKN harus segera dinaikkan untuk menjaga keberlanjutan program.
Selain menaikkan iuran, Timboel juga mengusulkan agar pemerintah memberikan diskon bagi peserta yang menunggak pembayaran iuran. "Sebelum kenaikan iuran, pemerintah seharusnya memberikan relaksasi tunggakan dengan diskon, sehingga peserta yang menunggak dapat melunasi kewajibannya," ujar Timboel pada Senin (23/9/2024).
Menurut data Bisnis, per Juli 2024 terdapat 17,553 juta peserta mandiri (PBPU) yang menunggak dengan total tunggakan sebesar Rp14,12 triliun. Dengan pemberian diskon tersebut, BPJS Watch berharap peserta yang menunggak bisa melunasi pembayaran dan mendukung pendapatan iuran.
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, mengakui bahwa tunggakan iuran ini terkait dengan penurunan daya beli masyarakat. "Penurunan daya beli jelas mempengaruhi tunggakan JKN," ungkap Ghufron pada Kamis (19/9/2024).
Untuk mengatasi masalah ini, BPJS Kesehatan telah melakukan pendekatan jemput bola, dengan mengunjungi peserta dari rumah ke rumah. Apabila ditemukan peserta yang memang tidak mampu membayar, mereka dapat dialihkan menjadi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) melalui kerjasama dengan pemerintah daerah dan Kementerian Sosial.
Baca Juga
Pemerintah daerah saat ini juga dapat menggunakan anggaran dari dana transfer daerah untuk membayar iuran peserta PBI program JKN. Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 51 Tahun 2024 yang berlaku sejak 14 Agustus 2024.