Bisnis.com, JAKARTA— Perusahaan pembiayaan PT BFI Finance Indonesia Tbk. (BFIN) merespons soal rencana menambah sumber pendanaan melalui penerbitan obligasi di tengah penurunan suku bunga Bank Indonesia (BI) atau BI Rate.
Adapun BI telah memangkas suku bunga acuan sebanyak 25 basis poin ke level 6% pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode 17–18 September lalu. Di sisi lain, di tengah penurunan suku bunga obligasi berpotensi menghasilkan return yang lebih tinggi, sehingga banyak investor yang tertarik dengan instrumen tersebut.
Namun demikian, Corporate Communication Head BFI Finance Dian Ariffahmi menyebut untuk menambah sumber pendanaan, perusahaan masih mengikuti rencana bisnis pada tahun ini. Artinya perusahaan tidak akan menerbitkan obligasi baru di tengah momentum pemangkasan BI Rate.
Pada kuartal III/202, BFI Finance telah menerbitkan Obligasi Berkelanjutan VI Tahap I Tahun 2024 dengan nilai sebesar Rp600 miliar.
Penerbitan ini merupakan bagian dari Penawaran Umum Berkelanjutan Obligasi Berkelanjutan VI dengan target dana mencapai Rp6 triliun.
“Jadi, bisa dikatakan kebutuhan pendanaan kami sudah terpenuhi dengan baik,” kata Dian kepada Bisnis, Selasa (24/9/2024).
Baca Juga
Dian mengatakan bahwa terpenuhinya pendanaan perusahaan dengan baik karena selain obligasi, BFI Finance juga memiliki sumber pendanaan lainnya. Termasuk pinjaman bank, baik dalam mata uang rupiah (52%) maupun USD (24%). Selain itu, pendanaan juga berasal dari surat utang atau bonds (20%) dan joint financing (4%).
“Dengan rekam jejak positif dari kalangan perbankan dan para investor serta manajemen risiko yang pruden, pendanaan kami pun masih berjalan dengan baik hingga akhir tahun,” tandas Dian.
Hingga Juni 2024, BFI Finance mencatatkan piutang pembiayaan dikelola (managed receivables) senilai Rp22,4 triliun, di mana porsi piutang didominasi tujuan produktif modal kerja, yakni sebesar 57,5%.
Penyaluran piutang pembiayaan tersebut berkontribusi terhadap raihan total aset sebesar Rp24,3 triliun, yang naik 0,5% secara kuartalan (quarter-on-quarter/qoq), yang didukung oleh nilai pembiayaan baru (new booking) sebesar Rp9 triliun. Segmen pembiayaan roda empat masih menjadi mayoritas kontributor dengan nilai sebesar Rp6,1 triliun.
Sebelumnya, PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) menyebut bahwa penerbitan obligasi korporasi hingga akhir tahun masih rendah meskipun BI Rate turun. Ekonom Pefindo Suhindarto melihat dampak pemangkasan tersebut belum akan signifikan di awal-awal periode pelonggaran karena pemangkasan baru pertama kali dilakukan.
“Dalam penerbitan obligasi sendiri, perusahaan biasanya tidak akan serta-merta menerbitkan surat utang hanya karena suku bunga menjadi lebih murah. Ada alasan lain berupa pemenuhan kebutuhan pendanaan modal kerja atau investasi bagi perusahaan yang ingin mencari dana di pasar modal,” kata Suhindarto.
Untuk kondisi saat ini, Suhindarto berpendapatan penerbitan obligasi kemungkinan besar dilakukan oleh perusahaan karena kebutuhan pendanaan ulang atau refinancing surat utang yang mahal dengan yang lebih murah.