Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merilis laporan keuangan gabungan perusahaan pelat merah 2023. Laporan ini merupakan konsolidasi dari 65 BUMN yang diawasi langsung oleh kementerian. Aset perusahaan negara mencapai Rp10.401,5 triliun, naik 6,26% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp9.788,64 triliun alias tumbuh .
Sedangkan dari pendapatan tercatat sebesar Rp2.932,64 triliun berbanding Rp2.918,97 triliun pada periode sebelumnya.
Dalam laporan keuangan gabungan yang dikutip Selasa (24/9/2024), kenaikan aset BUMN terutama ditopang dari aset lembaga keuangan dan aset investasi surat berharga yang melonjak dari Rp4.203,37 triliun menjadi Rp4.668,73 triliun atau tumbuh 11,07%.
Pada pos ini sebagai penopang adalah bank milik negara yakni BRI, BNI, Bank Mandiri, dan BTN. Selanjutnya, kenaikan kekayaan BUMN disebabkan pertumbuhan aset tidak lancar yang mencapai Rp4.185,71 triliun pada 2023 berbanding Rp3.998,109 triliun.
Kenaikan pos akuntansi ini bersumber dari nilai investasi BUMN di infrastruktur dan aset konsesi. Sementara itu aset lancar mencapai Rp1.547,05 triliun, turun dibandingkan capaian tahun sebelumnya sebesar Rp1.587,17 triliun. Penurunan ini diklaim sebagai akibat perbaikan nilai piutang.
Baca Juga
Laporan keuangan gabungan juga menunjukkan total liabilitas alias kewajiban yang terdiri dari dana pihak ketiga industri perbankan, utang usaha dan utang berbunga yang ditanggung BUMN mencapai Rp6.957,43 triliun. Dari jumlah ini kewajiban industri perbankan dan asuransi tercatat sebesar Rp 4.042,17 triliun, kewajiban usaha jangka panjang dan pendek sebesar Rp1.287,64 triliun, dan utang pendanaan sebesar Rp1.627,63 triliun. Jumlah ini naik 4,03% dibandingkan periode 2022 sebesar Rp6.687,976 triliun.
Jika diperinci, kenaikan liabilitas BUMN ini utamanya terjadi di perusahaan keuangan dengan mencatatkan kenaikan menjadi Rp4.042,176 triliun dari sebelumnya Rp3.803,37 triliun.
Sedangkan pada perusahaan non keuangan, liabilitas jangka pendek naik 9% menjadi Rp1.192,29 triliun dari Rp1.093,76 triliun. Selanjutnya liabilitas jangka panjang turun 3,79% dari Rp1.790,82 triliun menjadi Rp1.722,97 triliun.
Selanjutnya, Kementerian BUMN mencatat modal yang dimiliki alias ekuitas di BUMN mencapai Rp3.444,07 triliun. Naik dibandingkan periode sebelumnya sebesar Rp3.100,67 triliun. Kenaikan ini sebagian besar ditopang oleh akumulasi saldo laba ditahan yang naik Rp217,7 triliun berbanding injeksi penyertaan modal negara (PMN) tunai dari uang pajak sebesar Rp35,3 triliun.
Sementara itu, laporan laba rugi mencatat total pendapatan usaha BUMN tahun lalu mencapai Rp2.932,64 triliun, naik 0,46% dari periode sebelumnya Rp2.918,97 triliun. Capaian tipis ini seiring turunnya pendapatan subsidi dan kompensasi dari Rp525 triliun menjadi Rp404,82 triliun. Penurunan pos akuntansi ini tidak mampu ditutup oleh kenaikan penjualan yang dari Rp1.914,77 triliun menjadi Rp1.983,11 triliun alias tumbuh 3,57%.
Meski demikian, penurunan beban pokok penjualan mampu menjaga laba tumbuh.Dilaporkan beban pokok turun dari Rp1.983,48 triliun menjadi Rp1.951,57 triliun. Sedangkan beban asuransi turun dari Rp92,92 triliun menjadi Rp71,84 triliun.
Setelah dikurangi beban usaha sebesar Rp522,71 triliun, maka laba usaha BUMN sepanjang 2023 menjadi Rp458,35 triliun, naik 4,94% dari Rp436,75 triliun pada 2022. Sedangkan setelah dikurang beban non usaha, total laba gabungan perusahaan pelat merah menjadi Rp327,12 triliun naik 5,9% dibanding tahun 2022
Sebagai pembanding, perusahaan pelat merah Singapura yakni Temasek, per 31 Maret 2024 memiliki total aset 662 miliar dolar Singapura atau sekitar Rp7.547 triliun.
Penyajian Berkaca ke Holding Berkshire Hathaway
Deputi Bidang Keuangan dan Manajemen Risiko Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Nawal Nely menuturkan untuk laporan keuangan ini pihaknya telah melakukan benchmarking ke berbagai konglomerasi di dunia. Dia menyebut model konglomerasi yang paling mirip dengan BUMN di Indonesia dari segi komposisi adalah Berkshire Hathaway yang memiliki lini bisnis keuangan dan non keuangan.
“Kami mengambil benchmarking Berkshire Hathaway,” kata Nely kepada Bisnis pekan lalu (17/9/2024).
Dia menuturkan laporan keuangan gabungan dari BUMN ini disusun secara bertingkat. Setelah para direktur keuangan di 65 BUMN menyerahkan laporan keuangan diaudit, kementerian kemudian melakukan penggabungan dengan mengacu kepada standar akuntansi keuangan yang berlaku umum.
“Juga dilakukan eliminasi, karena ada transaksi antar BUMN, agar tidak diakui ganda (double counting)maka dilakukan penghapusan transaksi [salah satu melalui metode eliminasi],” katanya.
Dia juga menjelaskan, ditempatkan akun khusus untuk BUMN keuangan agar tidak disalahpahami, pasalnya sektor ini mencatatkan dana nasabah baik tabungan hingga deposito serta kredit yang disalurkan sebagai aset dan juga kewajiban yang tidak terbagi dalam jangka pendek dan jangka panjang.
Nely menyebutkan laporan keuangan gabungan ini telah dilakukan telaahterbatas oleh kantor akuntan publik Ernst and Young (EY). Demikian saat diserahkan dari BUMN ke kementerian, Laporan Keuangan masing-masing BUMN telah mendapatkan audit oleh KAP yang terdaftar.
Menurutnya, pelaporan yang komprehensif dan mengikuti Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) merupakan bentuk pertanggungjawaban dan medium komunikasi transparansi kepada publik.
“Portofolio yang ada di BUMN ada segitu besarnya dan kompleks, ini bentuk mempertanggungjawabkan kompleksitas yang ada di BUMN. Dilaporkan setiap tahun untuk pertanggungjawaban dan untuk transparansi ke publik, kami punya apa sih sebenarnya,” katanya.
Nely menegaskan untuk mengelola keuangan BUMN yang sebesar ini harus ada proses pertanggungjawaban serta perlu elaborasi lebih dalam.
“Jadi kualitas disclosure [transparansi] di bawahnya [BUMN] dibagusin, disclosure di kitanya [Kementerian BUMN] juga dirintis. Kami bilang dirintis karena sebelum 2020 belum ada proses konsolidasi ini. Ini kami publish angka besar [laporan keuangan BUMN gabungan] sejak 2021 untuk periode 2020 dengan pembanding 2019,” ungkapnya.
Nely yang juga Panitia Seleksi KPK 2024-2029 itu berharap BUMN ke depan terus mengedepankan transparansi, terutama mengenai going concern. Menurutnya, meski secara konsolidasi pendapatan BUMN Indonesia bersanding dengan APBN, masih terdapat sejumlah permasalahan yang masih harus diselesaikan di beberapa perusahaan. Untuk itu, peran publik melakukan pemantauan dengan memperhatikan catatan dalam laporan keuangan menjadi diperlukan.
Selanjutnya, untuk memperkuat posisi laporan keuangan gabungan BUMN ini, dirinya berharap nantinya dapat diberi rating oleh lembaga pemeringkat baik nasional maupun internasional sehingga dapat menjadi acuan lebih komprehensif dan dapat dibandingkan secara global.
“Tentu tidak mudah, namun ke depan [laporan keuangan BUMN gabungan mendapat rating] dapat segera terlaksana,” katanya.