Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah pada akhir tahun ini diproyeksikan menguat tersulut tren penurunan suku bunga acuan. Namun, laju penguatan rupiah akan terganjal oleh tensi panas di Timur Tengah.
Chief Economist of BCA Group David Sumual mengatakan memang nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) telah menguat tajam seiring dengan ekspektasi penurunan suku bunga acuan. Setelah suku bunga acuan The Fed dan Bank Indonesia (BI) terealisasi turun, rupiah kian perkasa, dan menjadi paling kuat di emerging market.
Kemudian, ke depannya The Fed diproyeksikan masih akan melanjutkan tren penurunan suku bunga acuannya sebanyak dua kali hingga akhir tahun ini. Penurunan suku bunga acuan The Fed diproyeksikan mampu menyulut penguatan rupiah.
Namun, kini laju penguatan rupiah terganjal oleh tensi panas di Timur Tengah. "Ini ada kekhawatiran meluasnya krisis geopolitik di Timur Tengah, di emerging market lain juga melemah," ujar David kepada Bisnis pada Kamis (3/10/2024).
Kondisi di Timur Tengah memang semakin memanas setelah Iran dilaporkan menyerang pangkalan jet tempur F-35 milik Israel. Iran meluncurkan serangan rudal besar (dilaporkan 180 rudal) ke Israel sebagai balasan atas pembunuhan Israel terhadap pemimpin kelompok Islam Hizbullah, Hassan Nasrallah, di Lebanon.
Pada perdagangan hari ini, Kamis (3/10/2024), berdasarkan data Bloomberg, rupiah pun ditutup melemah 1,05% atau 160,5 poin ke posisi Rp15.428,5 per dolar AS.
Baca Juga
Alhasil, menurutnya pada kuartal IV/2024, pergerakan rupiah akan dipengaruhi oleh tarik menarik sentimen geopolitik di Timur Tengah dan penurunan suku bunga acuan The Fed.
"Ada beberapa faktor yang mempengaruhi, tapi yang jelas yang paling kuat adalah tarik menarik suku bunga The Fed dengan kondisi di Timur Tengah," jelas David.
Ia pun memproyeksikan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sulit untuk berada di bawah level Rp15.000. Perkiraannya, rupiah akan bergerak di kisaran Rp15.300 - Rp15.800.
Sebelumnya, Tim Riset Maybank Sekuritas menyampaikan rupiah memiliki ruang untuk rebound terhadap dolar AS mulai Oktober 2024.
Ekonom Maybank Sekuritas memperkirakan BI akan memangkas BI Rate sebesar 50 basis poin lagi menjadi 5,5% pada akhir 2024 dan kembali turun menuju 5% pada 2025.
Sementara itu, keputusan The Fed untuk menurunkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin dalam FOMC bulan lalu juga menjadi katalis positif pasar uang.
“Pada Oktober, kami melihat ada peluang rebound rupiah terhadap dolar AS karena ketidakpastian Pemilu AS,” tulisnya dalam riset, akhir bulan lalu (23/9/2024).
Dalam jangka menengah, Maybank Sekuritas memberikan pandangan bullish terhadap prospek nilai tukar rupiah. Penilaian itu berpijak pada empat faktor.
Pertama, BI memulai siklus pelonggaran moneter sehingga meningkatkan minat investor terhadap surat utang. Kedua, fundamental ekonomi Indonesia masih kuat dan surplus neraca dagang masih bisa dipertahankan.
“Ketiga, aliran modal asing ke pasar saham emerging market menguat sejalan dengan pelonggaran The Fed,” imbuhnya.
Keempat, posisi fiskal tetap dikendalikan dengan baik, khususnya dengan defisit APBN yang bertahan di bawah 3% PDB.