Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Target Penetrasi Asuransi 3,2% di 2027, Jasindo: Ambisius tapi Realistis

PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo) menilai target penetrasi asuransi dalam negeri menjadi 3,2% di 2027 nanti menjadi target pemerintah yang ambisius.
Karyawati melayani nasabah di kantor PT Asuransi Jasa Indonesia (Asuransi Jasindo) di Jakarta, Senin (22/8/2022). Bisnis/Suselo Jati
Karyawati melayani nasabah di kantor PT Asuransi Jasa Indonesia (Asuransi Jasindo) di Jakarta, Senin (22/8/2022). Bisnis/Suselo Jati

Bisnis.com, JAKARTA — PT Asuransi Jasa Indonesia atau Jasindo menilai target penetrasi asuransi dalam negeri menjadi 3,2% pada 2027 sebagai hal yang ambisius. Namun, target itu dinilai masih bisa dicapai.

Target tersebut telah ditetapkan di dalam Peta Jalan Pengembangan dan Penguatan Perasuransian Indonesia 2023—2027 yang dibuat oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pada tahun yang sama, tingkat densitas ditargetkan berada di level Rp2,4 juta per penduduk. 

"Target ini cukup ambisius, namun realistis jika pelaku usaha dan regulator saling berkolaborasi dan bersinergi untuk mencapai target ini, dan dengan didukung oleh pola masyarakat yang mulai sadar akan pentingnya proteksi finansial," kata Direktur Pengembangan Bisnis Jasindo Diwe Novara kepada Bisnis, Kamis (10/102024).

Lebih rinci lagi, Diwe menjabarkan setidaknya ada tiga poin utama yang harus dilakukan untuk meningkatkan penetrasi asuransi dan densitas asuransi di dalam negeri. 

Pertama, adalah dilakukan peningkatan literasi keuangan khususnya pada daerah-daerah dengan tingkat penetrasi rendah.

Kedua, penguatan regulasi dan reformasi industri. Diwa mencontohkan misalnya dengan meningkatkan tata kelola perusahaan asuransi.

Ketiga, industri melakukan pengembangan produk yang lebih inklusif, seperti asuransi mikro yang terjangkau oleh sebagian besar kalangan masyarakat.

Diwe menjelaskan, salah satu alasan penetrasi asuransi Indonesia masih rendah adalah kebijakan keuangan lebih banyak diarahkan ke perbankan, sehingga sektor asuransi relatif tertinggal dalam hal reformasi dan pengembangan.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, krisis keuangan pada 1997—1998 memicu reformasi besar-besaran di sektor keuangan Indonesia. Sayangnya, reformasi tersebut sebagian besar fokus pada sektor keuangan, yang kemudian diperluas ke pasar modal. 

Akibatnya, alokasi sumber daya untuk reformasi sektor perbankan dan pasar modal sangat jauh dibandingkan dengan sektor asuransi. Sejak 2020 hingga 2023, setiap tahun penetrasi asuransi di Indonesia bahkan selalu turun, dari 3,11%, 3,05%, 2,17%, menjadi 2,59%.

Sementara itu, densitas asuransi juga stagnan tak pernah melebihi Rp2 juta. Rinciannya, berturut-turut densitas asuransi dari 2020 hingga 2023 adalah Rp1,77 juta, Rp1,90 juta, Rp1,92 juta, menjadi Rp1,94 juta.

 "Regulator diharapkan dapat mengeluarkan kebijakan yang mendukung inovasi di sektor asuransi, termasuk pengembangan insurtech dan ekosistem digital yang didukung penguatan regulasi dan reformasi industri untuk meningkatkan kepercayaan publik melalui penguatan tata kelola dan pengawasan perusahaan asuransi dengan lebih ketat," kata Diwe.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper